“Kebutuhan politik terkadang berubah menjadi kesalahan politik” – George Bernard Shaw, Peraih nobel sastra dari Irlandia dan Inggris.
PinterPolitik.com
Serial Mahabharata memang kagak ada matinya. Meski sudah sering kali diceritakan dalam buku-buku sejarah atau film kolosal, tetap saja moral value yang diangkat dari kesusastraan India itu masih relate dalam kehidupan.
Salah satunya tentang Kurawa yang selalu melawan Pandawa meski Pandawa yang kelihatan lugu-lugu – kecuali Bima lah – nggak pengen berantem sih sebenarnya. Bahkan, di Perang Baratayudha sekalipun, andai Pandawa nggak didorong sama Kresna, kayaknya nggak bakal jadi tuh perang.
Tapi apakah bener kalau Pandawa bersih tanpa noda? Jangan-jangan yang diem-diem begini justru menyimpan banyak daya pembakar lho. Bukankah Pandawa juga keliru saat mengatakan kabar soal Aswaratama yang merupakan anak tercinta dari Resi Dorna (orang kuat di kubu Kurawa)?
Lagian, usut punya usut, ternyata Kurawa juga punya alasan kok buat menghantam Pandawa terus. Mulai dari dendam orang tua antara Pandu vs Gendari, sampai dengan dendam akibat rebutan Drupadi. Dan, semuanya berlangsung di bawah setting ‘kekuasaan’. Haduh, lagi-lagi politik.
Nah, kalau itu memang politik, tampaknya bisa diadopsi ke dalam kehidupan politik Indonesia deh. Karena ini membahas antar saudara, ya tentu saja bisa diterjemahkan ke dalam konflik antara PDIP vs Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dulu dibesarkan dari partai berlambang banteng moncong putih itu.
Jadi nih, gengs, mulai kemarin terdengar kan genderang perang kritik terhadap pemerintah Jokowi dari beberapa politisi PDIP, mulai dari soal jatah menteri sampai kursi komisioner BUMN. Aktornya pun bergantian tuh, kayak Puan Maharani, Adian Napitupulu, dan yang terbaru tentu saja Masinton Pasaribu.
Nah, nama yang terakhir itu sebagai Aggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP sampai tidak segan melempar kritik pedas ke pemerintah dengan analogi seperti perilaku Vereenigde Oostindische Compagnie alias VOC. Kritikan pedas ini muncrat saat sesi pertama webinar bersama DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) yang bertajuk “Pandemi Covid-19 di Mata Aktivis Lintas Generasi, Sudut Pandang Kini dan Mendatang”.
Lebih lengkapnya bunyinya begini, cuy, “Pemerintahan di alam merdeka ini kan tidak boleh dong lebih parah dari VOC, mungutin (pajak) dari rakyat terus ngutang-ngutang juga.” Wih, ngeri sekali Bung Masinton ini.
Gini lho, kenapa kok mimin bilang kalau PDIP dan Jokowi ini kisahnya mirip dengan Kurawa dan Pandawa? Ya, sebab perilakunya hampir sama.
Coba deh, Kurawa ini terjemahkanlah jadi PDIP, sedangkan Pandawa kayak Jokowi. Nah, baik Jokowi maupun Pandawa kan lebih banyak diamnya toh. Sementara, Kurawa dan PDIP ini kicauannya, biuh biuh biuh, luar biasa.
Bayangkan saja, baru kemarin Puan mengkritik soal kebijakan, kemudian Adian soal utang, eh sekarang Masinton soal anggaran. Itu kan kayak serangan Kurawa ke Pandawa, mulai dari kelicikan main dadu, unda-undi jodoh, sampai meletuslah perang Baratayudha.
Mimin sih berpikir kayaknya semuanya itu baik – PDIP maupun Kurawa – berangkat dari rasa sakit hati sebab nggakdapat porsi politik yang cukup sih. Wah wah wah, kalau memang motifnya sama, Jokowi sudah seharusnya introspeksi atau jaga-jaga deh. Takutnya ada edisi perang saudara dalam kehidupan nyata di gelanggang politik kita. Ih, atut. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.