Gugatan soal ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) ditanggapi oleh Staf Khusus (Stafsus) Kepresidenan Dini Purwono dan meminta untuk berhenti melakukan prank terhadap aparat dan penegak hukum. Apakah komentar ini berkaitan dengan prank terbaru dari Baim dan Paula Wong terkait laporan jahil mereka?
“She was always known for little pranks and slick stunts” – Eminem, “Same Song & Dance” (2009)
Bagi kalian yang emang pengen jadi content creator atau influencer yang sukses, pasti sudah tahu kalau rahasia utama mereka untuk mendapatkan perhatian besar adalah dengan membuat konten yang kontroversial dan menciptakan polemik. Trik ini kerap digunakan oleh mereka – setidaknya untuk mendapatkan publisitas yang dibutuhkan terlebih dahulu.
Nah, mungkin, strategi seperti inilah yang dilakukan oleh influencer dan YouTuber populer semacam Logan Paul dari Amerika Serikat (AS). Gimana nggak? Logan menjadikan sebuah hutan yang dikenal sebagai suicide forest di Jepang sebagai sebuah konten. Imbasnya, Logan menuai kritik banyak orang karena dinilai tidak sensitif terhadap para korban dan prevalensi bunuh diri di Jepang.
Boleh jadi, strategi yang sama juga digunakan oleh Baim Wong – dan istrinya Paul Verhoeven – dalam menciptakan publisitas bagi mereka sendiri. Coba hitung aja, ada berapa kali Baim bikin kontroversi – mulai dari hak cipta Citayam hingga yang terbaru prank pelaporan palsu ke polisi terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?
Hmm. Meski terkadang pranks seperti ini ditujukan untuk menghibur, nggak jarang konten-konten seperti ini malah dianggap tidak etis oleh masyarakat – misal dalam isu-isu sensitif seperti KDRT yang akhir-akhir ini ramai karena kasus Lesti Kejora dan Rizky Billar.
Parahnya tuh, pranks di dunia maya seperti ini bisa menyebar begitu cepat karena akhirnya ditiru oleh banyak orang. Mengacu pada penjelasan Limor Shifman dalam bukunya Memes in Digital Culture, banyak konten di internet akhirnya diimitasi (mimic) dan dijadikan budaya bersama.
Hmm, mungkin, inilah mengapa banyak yang akhirnya suka melakukan pranks terhadap aparat penegak hukum. Salah satunya adalah Bambang Tri Mulyono yang menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait ijazah yang digunakannya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu.
Sontak saja, Staf Khusus (Stafsus) Kepresidenan Bidang Hukum Dini Purwono langsung menanggapi gugatan tersebut. “Jangan dibiasakan ‘nge–prank’ aparat penegak hukum dan pengadilan,” begitu ujar Dini.
Hmm, jangan-jangan gara-gara pranks yang makin nge-tren karena Baim dkk, Bambang Tri ini akhirnya kepikiran buat nge–prank Pak Jokowi juga tuh. Ya, untung saja bukan pemerintah yang ikut-ikutan tren nge–prank – misal buat nge–prank masyarakat. Hehe.
Tapi, tahu nggak sih kalau Pak Bambang Tri ini adalah salah satu orang yang juga pernah ditangkap dan ditahan pada tahun 2016 silam. Kenapa? Jawabannya adalah karena beliau menulis sebuah buku berjudul Jokowi Undercover yang disebut membongkar “rahasia-rahasia” pribadi Pak Jokowi – yang mana sulit juga diuji kebenarannya.
Ya, terlepas dari benar atau tidaknya klaim-klaim Pak Bambang Tri ini, pernyataan-pernyataannya bisa saja menyinggung persoalan legitimasi sang presiden. Mengacu pada Aspen Institute, questions of legitimacy ini bisa berujung pada berkurangnya kepercayaan masyarakat pada institusi yang ada – menciptakan otherization (pengucilan) terhadap institusi tersebut.
Waduh, Pak Jokowi kayak-nya menghadapi kembali Bambang Tri yang akhirnya sudah bebas nih. Apakah gugatan ini bakal berujung pada polemik lanjutan – katakanlah Jokowi Undercover 2.0? Wah wah wah. (A43)