“Politik praktis juga umumnya bising berintrik, butuh nalar jernih dan sabar dalam menavigasinya” – Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat
Gengs, dalam sepak bola ada satu sosok yang memiliki peranan penting tetapi kemunculannya jarang. Ia hanya memperlihatkan batang hidung saat kapten tim kesebelasan berhalangan tampil atau kebetulan performa kepemimpinannya nggak tepat dalam laga tertentu.
Dialah wakil kapten, pemilik jabatan tinggi nomor dua yang memiliki mental leadership sebagaimana kapten utama.
Ada banyak kok nama-nama wakil kapten yang mentereng di dalam suatu klub sepak bola. Sebut saja Ryan Giggs yang berada di belakang kapten utama Gary Neville dalam skuat Manchester United atau Andreas Iniesta yang menjadi andalan utama Barcelona saat sang Xavi berhalangan hadir di menit awal.
Meski terkesan di-nomor-dua-kan, sepak bola sebenarnya sangat humanis lho. Mereka wakil kapten tersebut nggak pernah diposisikan layaknya ban serep. Justru, pada dasarnya, kapten utama dan wakil kapten hanya berbeda pada sisi keahlian yang kontekstual dengan laga yang sedang dihadapinya.
Bahkan, wakil kapten juga bukan berarti ia nggak bisa memimpin tim meski ada sosok kapten utama yang main. Mereka tetap menjadi leader di dalam barisan yang ia pegang.
Misal, Giggs tetap merupakan komandan lapangan tengah bersama Scholes, walaupun Neville bermain. Jadi, di sinilah keunikannya, baik kapten utama maupun wakil kapten sama-sama paham tugasnya.
Ya, tentu saat dalam kondisi yang berkaitan dengan tim secara keseluruhan, kapten utama adalah sosok yang paling dominan. Dan ia akan maju terlebih dahulu manakala tim dirundung problem, bahkan meski problem itu ada di barisan yang nggak ia pegang – bukan malah mengorbankan wakil kapten.
Nah, kayaknya Presiden Jokowi mesti segera menelepon para kapten utama yang mimin sebutkan tadi. Minimal untuk sharing tentang cara memimpin di waktu chaos yang melanda di lini-lini kecil barisan tertentu.
Barisan ini kalau dikontekskan ya berarti wilayah atau daerah di dalam tim bernama Republik Indonesia. Sebelumnya, kan kita sudah tahu bahwa hampir semua kepala daerah keluar dari tempat dinas menuju kerumunan pedemo.
Mereka semua memberi statement yang dimaksudkan untuk meredakan tensi amarah. Sementara itu, Presiden Jokowi kala itu malah tengah melakukan kunjungan kerja di luar Jakarta.
Jadi, seolah tuh kepala daerah, mulai Ridwan Kamil sampai Ganjar Pranowo, menjadi tameng Presiden. Padahal, karena ini urusannya dengan organisasi yang lebih besar daripada daerah, seharusnya yang maju pertama kali ya kepala pemerintahannya dong.
Mungkin, pemerintah bisa coba tiru ilmu manajerial ala tim sepak bola, cuy. Pak Presiden malah tidak ada terlihat dan malah kepala daerah yang hanya menemui para aksi massa. Bisa dicontoh gitu loh gaya dan pola permainan sepak bola agar ini negara bisa jadi kondusif dan berjalan dengan baik. Hmmm. (F46)