HomeCelotehJokowi dan Paradoks Industri Miras

Jokowi dan Paradoks Industri Miras

“Semestinya pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan kemafsadatan (kerugian) bagi rakyatnya”. – Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum MUI


PinterPolitik.com

Miras alias minuman keras. Bahasa Inggrisnya liquor atau spirit. Umumnya ini adalah sebutan untuk minuman yang mengandung alkohol. Efek kalau dikonsumsi terlalu banyak adalah bisa memabukkan.

Miras pertama kali mengisi sejarah peradaban ketika manusia menemukan cara untuk melakukan distilasi atau penyulingan. Dalam catatan berbahasa Akkadia, distilasi pertama kali tercatat sejak tahun 1200 SM. Ini tahun proses ini tercatat sejarah loh ya, kalau soal pertama kali ditemukan caranya mungkin jauh lebih lama lagi.

Singkatnya, miras kemudian mengisi sejarah panjang kehidupan manusia hingga saat ini. Namun, karena efeknya yang memabukkan, miras kemudian dilarang dalam agama, misalnya dalam Islam. Mabuk-mabukkan dianggap sebagai hal yang bertentangan dengan moral dan nilai-nilai agama.

Baca Juga: Habib Rizieq Sengaja Dipulangkan?

Makanya, Rhoma Irama sampai bikin album “Mirasantika” pada tahun 1997 untuk menggambarkan bagaimana miras punya efek yang tidak baik untuk kesehatan. Tarik bang hehehe.

Nah, secara hukum, di Indonesia miras memang tidak sepenuhnya dilarang, namun dibatasi. Hanya di tempat-tempat pariwisata saja miras bisa dijumpai. Bahkan bir yang kandungan alkoholnya cukup rendah, saat ini juga dilarang untuk dijual bebas. Hanya di supermarket-supermarket besar saja minuman yang satu ini bisa ditemukan.

Menariknya, di tengah penolakan yang masif dari beberapa kalangan agama, pemerintah kini justru membuka tangan lebar-lebar untuk investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan miras. Presiden Jokowi memang telah mengeluarkan Perpres terkait miras ini dan mengizinkan beberapa daerah untuk menerima investasi miras.

Baca juga :  The Ultimate Java War

Daerah-daerah tersebut adalah Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara dan Papua. Investasi bisa dilakukan dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.

Nggak heran jika kebijakan ini kemudian mendapatkan penolakan. Salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia alias MUI yang menilai kebijakan ini adalah cara pemerintah mengeksploitasi masyarakat demi mendapatkan keuntungan. Iya juga sih, soalnya pajak miras lumayan gede loh.

Hmm, apapun itu, yang jelas kebijakan ini memang kudu dikomunikasikan dengan baik. Kalau memang hanya diterima di Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua, maka perlu dijelaskan kepada masyarakat seperti apa mekanismenya nanti. Soalnya, daerah-daerah ini memang menjadi wilayah yang menempatkan minuman keras sebagai bagian dari budaya dan tradisi lokal. Jadi emang nggak bisa dilarang-larang juga di sana.

Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.