“Bentuk-bentuk kampanye juga sudah diatur di situ, tentu KPU tidak bisa mengubah dan meniadakannya”. – I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi Komisioner KPU
Setelah beredar video konser dangdut yang digelar oleh pasangan calon yang akan berkontestasi di Pilkada 2020 di salah satu kabupaten di Gorontalo, memang muncul keprihatinan yang besar di tengah masyarakat terkait boleh tidaknya aksi konser yang demikian ini dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Sayangnya, Komisi Pemilihan Umum alias KPU ternyata malah memperbolehkan para kandidat Pilkada Serentak 2020 menggelar konser musik yang demikian ini. Argumentasinya adalah karena hal itu diatur dalam pasal 63 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020.
Pasal ini disebutkan mengatur tujuh jenis kegiatan yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis-jenis kegiatan itu ialah rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; peringatan hari ulang tahun Partai Politik; dan/atau melalui Media Daring.
Beh, panjang juga listnya. Nah, konser musik emang masuk dalam 1 dari 7 kegiatan yang tidak dilarang tersebut.
KPU sebenarnya punya banyak rencana membuat aturan yang lebih progresif terkait pandemi. Namun hal tersebut tak bisa serta-merta dilakukan karena harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku, dalam hal ini adalah Undang-Undang Pilkada.
Hmmm, jadi makin pusing nih. Apalagi mulai muncul tuntutan dan desakan agar pemerintah menunda Pilkada tahun ini setelah 316 kandidat melakukan pelanggaran protokol Covid-19 saat masa pendaftaran.
Beberapa epidemiolog, misalnya dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) bahkan memprediksi pilkada akan menghasilkan klaster jumbo Covid-19.
Jumbo cuy. Itu ibaratnya makan mie instan dua bungkus dijadiin satu. Uppps.
Prediksinya, jika Pilkada dipaksakan, angka Covid-19 di Indonesia bisa menembus 500 ribu hingga 1 juta kasus. Beh, parah nggak tuh.
Sayangnya, Pilkada ini tidak bisa serta merta ditunda. Soalnya, akan ada kekosongan hukum dan kekuasaan yang bisa saja terjadi akibat selesaianya masa jabatan banyak kepala daerah. Jadi, kecuali ada produk hukum atau Undang-Undang yang lain, Pilkada tahun ini emang harus dilaksanakan.
Weh, jika semua berpatokan pada aturan hukum, maka memang persoalan ini akan sulit dicarikan solusinya.
Salah satu usulan yang kemudian muncul adalah meminta Presiden Jokowi menerbitkan Perppu lagi yang mengatur secara detil pelaksanaan Pilkada. Intinya semua tetek bengek soal konser, kampanye, debat, dan lain sebagainya.
Hmm, kudu dipikirin sama Pak Jokowi nih usulannya. Soalnya, jika tidak ada solusi sama sekali, jangan heran jika klaster jumbo itu akan beneran terjadi di kemudian hari. (S13)