HomeCelotehJahitan Puan dan Memori Fatmawati

Jahitan Puan dan Memori Fatmawati

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengunggah sebuah video berisikan kegiatan menjahit sebagai ngabuburit pada bulan Ramadan kemarin. Apakah jahitan Puan ini mengingatkan kita pada jahitan Bendera Merah Putih dari Ibu Negara Indonesia pertama, Fatmawati?


PinterPolitik.com

Bagi yang pernah belajar sejarah Indonesia, pasti nggak asing dengan nama Fatmawati. Seperti Presiden Soekarno, Ibu Negara Indonesia pertama tersebut juga memiliki peran penting di balik perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Fatmawati merupakan penjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih pertama yang digunakan dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, Menteng, Jakarta. Mungkin, bisa dibilang, jahitan Fatmawati ini turut menandai persatuan berbagai suku bangsa untuk mendirikan sebuah negara berdaulat yang bernama Republik Indonesia.

Dengan lihai, Fatmawati yang tengah hamil Guntur Soekarnoputra menjahit kain persatuan ini dengan sebuah mesin jahit yang dioperasikan dengan tangan karena dilarang menggunakan mesin jahit yang digerakkan oleh kaki oleh dokter. “Berulang kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu,” begitu cerita Fatmawati.

Mungkin, peran perjuangan Bu Fatmawati inilah yang kemudian dijadikan semangat oleh cucunya, Puan Maharani, yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mimin pun juga teringat kembali dengan memori soal jahitan Bu Fatmawati ini ketika Mbak Puan beberapa waktu lalu mengunggah sebuah video yang menampilkan dirinya tengah menjahit sejumlah tas dan tempat tisu.

Baca Juga: Sulit Puan Dengar Suara Rakyat?

Puan Mulai Bergerak

Ya, meskipun begitu, suasana dan situasi yang dihadapi Mbak Puan dan Ibu Fatmawati tentu berbeda satu sama lain. Bila Bu Fatmawati harus menghadapi ancaman negara-negara asing pada zaman itu, Mbak Puan mungkin justru tengah melawan kebosanan yang melanda ketika menunggu azan magrib. Lhawong Mbak Puan bilang sendiri kalau lagi ngabuburit kok.

Meski lawannya beda, bisa aja Mbak Puan dan Bu Fatmawati juga menghadapi “tantangan” yang sama beratnya, yaitu untuk “menjahit” berbagai kelompok yang berbeda. Coba kita ingat-ingat apa yang pernah diungkapkan oleh Soekarno pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 1961.

Baca juga :  Possible Rebound Andika Perkasa

Kala itu, Bung Karno bilang, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Nah, ini bisa jadi berlaku nih untuk Mbak Puan – misal menghadapi berbagai partai politik (parpol) yang berbeda kubu (baca: oposisi).

Tapi nih, lawan-lawan politik Mbak Puan bisa aja tidak hanya dari kubu oposisi lho, melainkan juga dari internal parpolnya sendiri, yakni PDIP. Soalnya, sedengar mimin nih, ada sejumlah kubu yang bersiap untuk bersaing lho apabila Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri sewaktu-waktu lengser, yakni adanya persaingan antara kubu Mbak Puan dan Mas Prananda Prabowo.

Wah, selain menjahit tas dan tempat tisu, bisa nggak ya Mbak Puan ini “menjahit” kain PDIP yang seakan-akan hendak robek ini? Atau, malah Mbak Puan nih yang bisa-bisa menjadi “perobek” kain PDIP ini? Hmm, menarik nih buat diikuti terus kelanjutannya. (A43)

Baca Juga: Sandi Terjepit Puan Maharani?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?