“I need someone to show me my place in all of this” – Rey Skywalker, Star Wars: Episode VIII – The Last Jedi (2017)
Siapa yang tidak pernah mendengar istilah “Jedi”? Hampir semua pasti se-enggak-nya sekali mendengarkan istilah tersebut. Gimana nggak? Franchise Star Wars merupakan salah satu franchise film dan seri yang memiliki banyak penggemar di berbagai belahan dunia lho.
Kisah franchise film Star Wars ini bermula pada tahun 1977 dengan dirilisnya film yang berjudul Star Wars: Episode IV – A New Hope (1977). Namun, siapa sangka? Film itu akhirnya menjadi fenomena budaya populer yang meledak.
Hingga kini, franchise ini masih lanjut lho dengan beberapa film dan seri terbarunya. The Mandalorian (2019-sekarang), misalnya, masih menarik perhatian sejumlah penggemar setia dari Star Wars lho.
Memang sih, bisa dibilang film-film Star Wars kerap memunculkan momen-momen yang membuat para penggemarnya terpesona. Mungkin, salah satu momen tersebut muncul ketika film Star Wars yang baru kembali dirilis pada tahun 2015, yakni Star Wars: Episode VII – The Force Awakens (2015).
Film ini memunculkan sejumlah wajah baru di franchise-nya. Salah satunya adalah Rey yang merupakan seorang gadis sebatang kara yang tinggal di gurun-gurun Jakku. Agar bertahan hidup, dia akhirnya harus mengerjakan berbagai profesi – mulai dari pilot, ahli mesin, hingga kombatan dalam perang.
Namun, siapa sangka? Gadis yang sebelumnya bukan siapa-siapa ini ternyata menjadi Jedi yang ditunggu masyarakat galaksi di film Star Wars: Episode VIII – The Last Jedi (2017). Rey ini nantinya berlatih dan belajar pada Jedi sebelumnya – Luke Skywalker – dan berperang bersama The Resistance untuk mengalahkan The First Order.
Sebagai seorang Jedi, Rey Skywalker ini tentunya turut menjadi simbol perlawanan dari The Resistance terhadap The First Order. Gimana nggak? Rey akhirnya pun bisa meminjam kekuatan The Force untuk mengalahkan Palpatine.
Nah, bukan nggak mungkin, kemunculan Rey sebagai Jedi dan simbol perlawanan – dari sebelumnya yang hanya seorang scavenger di Jakku – juga terjadi nih di dunia nyata, khususnya dalam politik Indonesia. Mungkin, ini yang bisa kita ilhami dari pernyataan Kepala Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Andi Arief.
Pak Andi ini bilang kalau Megawati Soekarnoputri – kini menjabat sebagai Ketua Umum PDIP – merupakan salah satu politikus terkenal yang awalnya bukanlah siapa-siapa. Katanya sih, Bu Megawati sebelumnya hanyalah seorang ibu rumah tangga.
Namun, pada era Orde Baru, Bu Megawati ini tiba-tiba muncul sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintahan Soeharto. Bahkan, kini, putri dari Presiden Soekarno itu berhasil mengantarkan partainya, PDIP, menjadi salah satu partai politik terbesar di Indonesia.
Tapi nih, uniknya, Pak Andi ini juga membandingkan Bu Megawati dengan salah satu tokoh yang baru-baru ini menghebohkan jagad politik Indonesia, yakni Habib Rizieq Shihab (HRS) yang merupakan pimpinan dari Front Pembela Islam (FPI) dan Persaudaraan Alumni (PA) 212. Gimana nggak heboh? Banyak partai kini mulai mencoba meminang HRS.
Padahal, sebelumnya kelompok FPI yang dipimpin oleh HRS ini tidak memiliki pengaruh politik yang luas lho. Namun, kini, ulama yang dikenal dengan gelar Imam Besar itu akhir-akhir ini mampu “menunjukkan” kekuatan dengan mengumpulkan kerumunan massa yang besar – bahkan sekaligus digadang-gadang jadi simbol perlawanan dan oposisi bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Wah, bisa-bisa, HRS ini mengikuti jejak yang dimiliki oleh Bu Megawati nih. Berawal dari organisasi masyarakat Islam yang tidak sebesar Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, HRS kini semakin diperhitungkan dalam pertarungan politik nasional.
Hmm, tapi nih, kalau dibandingkan secara kemampuan personal, keduanya mungkin memiliki kelebihan masing-masing sih. Bukan nggak mungkin, HRS bisa menjadi orator yang lebih baik lho dibandingkan Bu Megawati yang dinilai masih lemah dalam kemampuan komunikasi politik.
Selain itu nih, dalam hal tingkat pendidikan dan knowledge nih, HRS juga bisa lebih unggul – mengingat dirinya memiliki rekam jejak pendidikan yang panjang dari King Saud University hingga Universiti Sains Islam Malaysia (USIM). Sementara, Bu Megawati tidak berhasil menyelesaikan pendidikan tingginya – baik di Universitas Padjajaran (Unpad) maupun di Universitas Indonesia (UI).
Wah, kalau gitu, HRS ini bisa aja menjadi Megawati+ dong. Kan, dalam beberapa hal, pimpinan FPI-PA 212 tersebut bisa jadi lebih unggul dari Bu Megawati. Hehe.
Meski begitu, kemungkinan bahwa HRS bisa menjadi Megawati baru ini juga masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab. Beliau sendiri juga disebut-sebut menolak untuk terlibat dalam politik praktis di partai-partai politik. Ya, mari kita nantikan sajalah langkah Imam Besar HRS ini. (A43)