Site icon PinterPolitik.com

Giring Bukan Ketum PSI Lagi?

giring bukan ketum psi lagi

Ketua Umum (Ketum) PSI Giring Ganesha (tengah) dibantu oleh Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie (kiri) dan Sekretaris Dewan Pembina PSI Raja Juli Antoni (kanan) mengenakan jaket PSI. (Foto: Jakarta Post)

Beberapa jam setelah Ketua Umum (Ketum) PSI Giring Ganesha mencuitkan bahwa PSI tidak akan membahas politik selama masa duka Tragedi Kanjuruhan, PSI malah mendeklarasikan Ganjar Pranowo dan Yenny Wahid sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.


PinterPolitik.com

“To remain anonymous is a source of pride” – Danzō Shimura, Naruto: Chapter 456

Siapa sih yang nggak pernah nonton franchise anime Naruto? Hampir semua pasti pernah nonton lah ya. Kalau pun nggak, kalian pasti pernah dengar nama itu atau bahkan bertemu dengan teman-teman sekelas kalian yang kadang suka menjulurkan tangannya ke belakang ketika berlari.

Naruto memang merupakan salah satu anime paling populer dalam sejarah. Banyak kisahnya juga didasarkan pada mitologi dan kekuatan ninja ala Jepang.

Namun, tanpa kita sadari, banyak aspek menarik dari alur kisah yang dibangun Masashi Kishimoto dalam manga dan anime yang ditulisnya itu. Salah satu aspek yang terlihat jelas adalah gimana politik juga dimainkan dalam jalannya pemerintahan Desa Konoha – tempat Naruto Uzumaki dan teman-temannya tinggal.

Mungkin, kulminasi dari aspek politik dalam anime dan manga ini paling terlihat dari ambisi politik yang dimiliki oleh Danzō Shimura – sosok ninja senior yang berambisi untuk menjadi seorang hokage. Guna menggapai mimpinya, Danzō kerap menggunakan manuver-manuver politik yang terkesan pragmatis – bahkan sang Hokage sendiri, yakni Hiruzen Sarutobi, sampai tidak tahu.

Saat terjadi isu kudeta oleh klan Uchiha, misalnya, Danzō malah beroperasi sendiri buat menghabisi klan tersebut melalui Itachi Uchiha. Padahal, Hiruzen sudah mempersiapkan langkah-langkah diplomatik untuk menciptakan perdamaian.

Nah, situasi antara Danzō dan Hiruzen ini tampaknya mirip dengan apa yang kini terjadi di dalam Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Gimana nggak? Beberapa waktu lalu, terjadi ketidaksesuaian antara Ketua Umum (Ketum) PSI Giring Ganesha dengan bro dan sis lainnya di PSI.

Pada Senin (3/10), Giring bercuit bahwa PSI tidak akan membahas soal politik – khususnya deklarasi terkait pencalonan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 – di tengah masa duka akibat Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10) kemarin. Namun, tiba-tiba, pada sore harinya, PSI malah mengumumkan deklarasi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), yakni Ganjar Pranowo dan Yenny Wahid.

Waduh, kok bisa beda gitu ya? Apakah Giring dan teman-teman PSI ini mengalami ketidakcocokan? Atau malah ternyata ada pihak internal lainnya yang justru lebih mengontrol strategi PSI sehingga Giring tidak tahu – layaknya Hiruzen yang tidak tahu akan operasi Danzō?

Kalau kata Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie, deklarasi capres-cawapres untuk Ganjar dan Yenny ini sudah dipersiapkan sejak berbulan-bulan lalu. Hmm, kalau memang begitu, kok Bro Giring nggak tahu ya, Sis Grace?

Mengacu pada tulisan Ann-Kristin Köln dan Jonathan Polk yang berjudul How Internal Disagreements Affect the Success of Political Parties: Evidence from Sweden, inkongruensi atau ketidaksesuaian internal ini bisa terjadi karena persepsi peran yang dibawa oleh masing-masing anggota partai. Bukan nggak mungkin, Dewan Pembina PSI yang berisikan Sis Grace dan Bro Raja Juli Antoni berpersepsi bahwa mereka lebih memiliki peran dalam menentukan strategi partai.

Hmm, apakah ini berarti seorang ketum tidak dilibatkan juga dalam kebijakan strategis partai? Padahal, kan, ketum itu bagaikan pemimpin eksekutif partai. Wah, gimana ini, Bro Giring? 

Hmm, apakah Ketum PSI yang sebenarnya bukan Bro Giring? Mungkinkah Bro Giring hanya jadi ketum yang ditampilkan di muka publik – sedangkan ada sosok-sosok lain yang menentukan langkah strategis PSI? Well, who knows, kan? (A43)


Exit mobile version