Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo kembali mempersoalkan (lagi) kemungkinan bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan hilangnya sejumlah patung diorama – salah satunya Soeharto – dari Museum Dharma Bhakti Kostrad.
Terkadang, kerasnya kenyataan membuat banyak dari kita kabur ke dunia-dunia yang maya. Salah satu hiburan yang kerap menjadi tempat escape ini adalah cerita-cerita fiktif seperti film dan seri yang banyak tersedia di layanan-layanan streaming.
Mungkin, film inilah yang menjadi tempat escape bagi Gatot – seorang penjaga yang sepanjang malam mengawasi situasi di Museum Dharma Bhakti Kostrad versi alternate universe Bumi-45 yang berlokasi di Jayakarta. Gatot pun sangat suka dengan salah satu franchise film Night at the Museum yang dibintangi oleh Ben Stiller.
Seperti tokoh Larry Daley, Gatot pun sangat mencintai pekerjaannya. Bahkan, dia hapal kisah-kisah sejarah apa saja dari tiap patung yang ada di museum tersebut, khususnya soal peristiwa Gerakan 30 September – yang mana menjadi aset utama dari museum ini.
Namun, pada suatu malam, tanpa sepengetahuan Gatot, pihak administrasi museum mendapatkan kunjungan aset dari Amerika Serikat (AS) – salah satunya adalah tablet Ahkmenrah. Sontak, semua patung yang ada di museum itu pun hidup.
Gatot yang kaget dengan hilangnya patung-patung tersebut langsung panik. “Apakah PKI telah menyusupi museum ini kembali?” tanya Gatot dalam batinnya. Dengan bergegas, Gatot langsung mencari patung-patung tersebut dan, kemudian, bertemu dengan patung Mayjen Soeharto.
Soeharto: Prajurit, ayo segera berkumpul! Kita susun rencana untuk melawan ancaman daripada para komunis.
Gatot: Nuwun sewu, Pak Harto.
Soeharto: Lah, kamu siapa? Ayo, segera bergabung dengan kami untuk menumpas para pengkhianat daripada PKI ini!
Gatot: Eh, tapi, Pak Harto, PKI sudah lama tidak ada di bumi pertiwi kita ini. Sudah begitu sejak sekitar tahun 1968.
Soeharto: Lho, bagaimana ini, Pak Sarwo Edhie? Tweede Mapanget-nya batal dong? Tapi ini kan kantor saya. Kamu ngapain di kantor saya? Terus ini emangnya sekarang tahun berapa? (sambil mondar-mandir kebingungan)
Baca Juga: Apa yang Terjadi Bila PKI Berkuasa?
Gatot: Hmm, anu, Pak. Sekarang sudah tahun 2021. Kantor Pak Mayjen ini sekarang sudah menjadi Museum Dharma Bhakti yang secara khusus diperuntukkan untuk mengenang penumpasan PKI. Ngomong-ngomong, kalau boleh tahu, Pak Harto pernah kepikiran pengen nggak jadi presiden?
Soeharto: Ooooh. Jadi, PKI sudah berhasil ditumpas ya? Hmm, pertanyaanmu ini, siapa yang suruh kamu tanya begitu?
Gatot: Bukan kenapa-kenapa, Pak. Pak Mayjen nantinya berhasil menjadi presiden kedua setelah Pak Karno. Saat ini, yang memimpin adalah presiden ketujuh, Joko Widodo alias Jokowi.
Soeharto: Hmm, siapa itu Jokowi? Unik juga ya namanya. Mirip Bahasa Prancis, bagus buat kampanye. Joko? Oui! Hahaha. Sudah-sudah bercandanya, ngomong-ngomong, dari pada partai mana dia?
Gatot: Pak Jokowi ini dari PDIP, Pak. Partai ini dipimpin oleh Ketumnya, Megawati Soekarnoputri.
Soeharto: Tunggu, tunggu. Soekarno? Wah, kita harus bersiaga! Jangan sampai ada PKI baru yang mendekati Soekarno-Soekarno lain!
Gatot: Nggak kok, Pak Mayjen. PKI sudah habis.
Soeharto: Ya, tapi kan kita semua harus bersiaga. Siapa tahu PKI bisa menyusupi Indonesia lagi?!
Gatot pun berusaha meyakinkan Soeharto bahwa PKI telah ditumpas habis hingga matahari terbit dan patung-patung itu kembali mati. Namun, tanpa sepengetahuannya, ternyata patung-patung ini kembali hidup setiap September dari tahun ke tahun.
Ternyata, tablet Ahkmenrah tersebut merupakan hasil kerja sama tahunan. Mampukah Gatot meyakinkan Soeharto kembali bahwa PKI sudah tiada lagi setiap bulan September? Apakah memang takdir yang sudah tidak dapat dihindari bahwa ide akan PKI ini akan selalu hidup setiap bulan September? September, oh, September. (A43)
Baca Juga: Ada Apa dengan PKI dan Gatot?
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.