Fenomena kader politik yang berpindah dari satu partai ke partai lain tampaknya cukup membuat ‘gerah’ salah satu tokoh partai, yaitu Hasto Kristiyanto. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP ini menyamakan partai politik yang suka merekrut kader dari partai lain sama halnya seperti klub sepak bola.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengutarakan pendapatnya terkait fenomena perekrutan anggota dari satu partai ke partai lainnya. Ia menilai jika hal tersebut tidak mencerminkan karakter dari partainya yang mengedepankan mekanisme kaderisasi untuk mencetak para calon pemimpin. Bahkan, ia menganggap partai yang suka merekrut atau membajak kader lain layaknya klub sepak bola yang mengandalkan kekuatan modal atau kapital.
Hmm, sepertinya Pak Hasto ini lupa ya kalau fenomena kader yang berpindah dari satu partai ke partai lainnya sudah lumrah terjadi. PDIP pun pernah lho mengalaminya, seperti Hengky Kurniawan yang awalnya berasal dari Partai Demokrat berpindah ke partai berlambang ‘banteng’. Sebaliknya, kader PDIP pun pernah ‘menyeberang’ ke Partai Demokrat yaitu Emil Dardak yang kini menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur.
Nah, perpindahan semacam ini sebenarnya sama lho dengan apa yang terjadi di antara klub-klub sepak bola. Mengapa? Karena pemain sepakbola juga jarang ada yang bertahan lama dalam suatu klub – terlebih di era sepak bola modern saat ini.
Salah satu pemain yang mencuri perhatian adalah Kylian Mbappe. Pemain asal Prancis ini sempat diperebutkan oleh tiga klub besar seperti Real Madrid, Paris Saint-Germain (PSG), dan Manchester City.
Saat Mbappe masih di AS Monaco, ketiganya melakukan pendekatan langsung kepada Mbappe. Upaya ini ternyata membuat Monaco merasa terganggu dan berniat melaporkan ketiganya ke FIFA.
Ternyata, ketiga klub ini dianggap mendekati Mbappe secara ilegal karena pemain timnas Prancis ini masih terikat kontrak. Hmm, tampaknya fenomena ini juga terjadi dalam dinamika politik tanah air.
Dalam sepak bola, mungkin Mbappe punya daya tarik besar. Namun, di dunia politik Indonesia, bukan tidak mungkin sosok Ganjar Pranowo-lah yang mampu mencuri perhatian. Popularitas Ganjar ternyata mampu menarik perhatian partai-partai lain sehingga Gubernur Jawa Tengah ini digadang-gadang bakal diusung partai lain selain PDIP.
Salah satu partai yang terang-terangan mengusulkan nama Ganjar adalah Partai Nasdem. Melihat namanya mencuat, Ganjar memberikan response dengan menyatakan jika dirinya tegak lurus pada Ketua Umum Megawati.
Well, mungkin inilah wajah ‘bursa transfer’ politik di Indonesia, sang pemain ‘bintang’ yaitu Ganjar Pranowo menjadi rebutan. Berbagai rumor perpindahannya seolah menghiasi media sosial dan selalu dinanti masyarakat.
Sama halnya seperti Kylian Mbappe ketika masih berada di Monaco yang diincar oleh klub-klub besar, ‘gertakan’ Monaco terhadap klub raksasa yang mengincar Mbappe nyatanya tidak menghalangi pemain asal Prancis ini untuk pergi ke PSG.
Ternyata, menurut media terkemuka Spanyol, Mundo Deportivo, alasan Monaco mengulur penjualan Mbappe untuk mendapatkan keuntungan uang sebesar €35 juta jika PSG memutuskan untuk menjual Mbappe di masa mendatang.
Wah, ternyata gertakan ini juga bisa berlaku lho di dunia politik. Layaknya PDIP yang menggertak partai-partai lain yang berupaya merekrut Ganjar untuk menjadi capres di 2024 mendatang.
Dalam tulisan berjudul How To Be Sophisticated, Lie, Cheat, Bluff dan Win at Politics karya Michael Laver dijelaskan jika teknik bluffing atau gertakan bertujuan untuk memancing reaksi pihak lawan. Keberhasilan dari strategi ini diukur dari keuntungan yang diperoleh dari pihak yang melakukan bluffing.
Hmm, lalu apakah gertakan PDIP juga bakal melahirkan sebuah keuntungan bagi partainya sama halnya seperti Monaco yang menggertak klub lain? Kalau benar, Pak Ganjar sudah seperti Kylian Mbappe ya? Bukan begitu? (G69)