Polemik hilangnya frasa Madrasah dari Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Akibatnya, sosok Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menjadi sorotan sejumlah kelompok Muslim.
Tidak jarang, usia menjadi salah satu jurang yang membedakan satu sama lain. Tua dan muda menjadi dua kata yang seakan saling berlawanan.
Dua kelompok yang seakan berasal dari dua kutub yang berbeda ini menjadi wajar. Pasalnya, mengacu pada penjelasan Vern L. Bengston dalam tulisannya yang berjudul The Generation Gap, konsep yang secara populer disebut sebagai generation gap ini merupakan age-isme yang kerap didasarkan pada stereotip, jarak interpersonal, dan konflik kepentingan di antara kelompok-kelompok usia dalam masyarakat.
Dalam dunia musik seperti hip-hop dan rap, misalnya, para musisinya pun sering kali ke dalam dua kelompok berdasarkan generasi mereka berasal, yakni golongan Old School – seperti Drake dan J. Cole – dan New School – seperti Public Enemy dan Run D.M.C.
Tidak jarang, para rapper dari dua kelompok ini saling berebut untuk mendapatkan gelar sebagai rapper terbaik. Upaya saling sindir (diss) antara J. Cole dan Lil Pump sempat mengisi sejumlah headline berita di dunia musik hip-hop – meski akhirnya berujung damai.
Hubungan tua dan muda yang antagonistis ini juga kita temui dalam buku-buku sejarah. Ketika perjuangan kemerdekaan Indonesia tiba di penghujung Perang Dunia II, misalnya, terjadi perbedaan pendapat antara Golongan Tua – seperti Soekarno dan Moh. Hatta – dan Golongan Muda – seperti Sukarni, Chaerul Saleh, dan Sayuti Melik.
Sampai-sampai, perdebatan antara dua kelompok ini berujung pada penculikan terhadap Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok – yang mana menjadi momen-momen penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Namun, pada ujungnya, kedua golongan mampu bekerja sama dan mencapai kata sepakat untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Dari dua contoh tua vs muda di atas, bisa kita pahami bahwa dua kelompok usia ini bisa berdamai dan saling bekerja sama. Namun, situasi berbeda tampaknya tetap ada dalam hubungan tua-muda antara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dan sejumlah pihak yang berusia lebih tua dibandingkannya.
Bagaimana tidak? Sebagai menteri, sosok yang biasa disapa Mas Nadiem itu tampaknya kerap memunculkan polemik. Pada akhir tahun 2020 silam, misalnya, tidak terpilihnya dua organisasi masyarakat (ormas) besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai organisasi yang mendapatkan dana Program Organisasi Penggerak (POP) menimbulkan kontroversi.
Faktor historis disebut-sebut menjadi alasannya. Pasalnya, dua ormas tersebut mengklaim bahwa mereka sepanjang sejarah Indonesia telah memberikan sumbangsih yang besar kepada dunia pendidikan negara ini.
Kali ini, faktor historis pun kembali menjadi faktor yang menimbulkan kontroversi. Pasalnya, dalam Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), ada dugaan bahwa frasa Madrasah sengaja dihilangkan oleh Nadiem. Padahal, madrasah sendiri sudah ada di bumi Nusantara sejak dahulu kala.
Mungkin, episode-episode generation gap antara Nadiem dan para pemangku kepentingan yang sudah berkecimpung sejak lama ini tidak menutup kemungkinan akan muncul kembali ke depannya. Mungkin, dalam dunia pendidikan Indonesia, ini semacam old school vs new school yang baru – yang old ingin frasa madrasah tetap ada dan yang satu lagi ingin menyederhanakan aturan soal pendidikan di mana frasa itu tidak dimasukkan dalam batang tubuh RUU. Pun intended. (A43)