“In any invesment, you expect to have fun and make money” – Michael Jordan, pebasket asal Amerika Serikat (AS)
Gengs, kalian merasakan nggak sih bahwa pertarungan sengit selalu melibatkan dua blok besar? Andai toh ada blok-blok lain, mereka hanya sekadar figuran.
Coba deh kalian amati pertarungan dalam film Game of Thrones. Di situ, cuma melibatkan pertarungan antara dua blok besar kan – yakni Kingslanding di satu pihak melawan Wenteros di pihak lain? Edisi selanjutnya dalam serial HBO itu pun mempertemukan hanya dua kepentingan besar, yakni Cersei vis-a-vis Daenerys.
Hal yang sama juga bisa kalian temukan dalam sepak bola. Biasanya, dan ini menjadi prinsip utama, rivalitas suporter tuh berlangsung antara dua pendukung saja. Misal nih, Real Madrid dengan Barcelona yang identik dengan laga El Clásico. Kendati ada Atletico, Espanyol, dan lain-lain, mereka tuh sekadar pewarna saja.
Namun, repotnya, kalau pemeran figuran yang ikut-ikutan ternyata terjebak dalam satu kubu, mereka bisa merugi dalam dua hal, yakni nggak dapat keuntungan besar karena cuma figuran (padahal sudah mati-matian berperan) dan nggak bebas menentukan pilihan.
Nah, mungkin mimin melihat kalimat Bung Fahri Hamzah dalam analogi seperti itu. Secara, kemarin sewaktu Bung Fahri menyebut bahwa orientasi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) adalah hasil adopsi dari Tiongkok. Sudah begitu, Bung Fahri pun menyebut negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) berbondong-bondong mencegah supaya praktik seperti itu nggak terjadi.
Wah, kalian kaget nggak sih? Ternyata, menurut Bung Fahri, RUU Ciptaker nggak hanya sekadar konflik pengusaha dan buruh saja, melainkan – lebih dari itu – terdapat konflik atau benturan kepentingan antar peradaban Barat dan Timur. Widih, kayak Samuel P. Huntington aja nih Bung Fahri.
Kalau urusan Barat dan Timur ala Huntington itu membenturkan Islam dan sekuler, sekarang benturannya Tiongkok dan blok Anglo-Saxon, cuy. Ya, mau bagaimana lagi? Mereka berdua memang wakil dari dua blok besar yang bertensi tinggi soal ekonomi.
Apa yang menggelikan itu adalah kok bisa Indonesia bergeraknya jauh sekali sampai memutuskan menempel ke salah satu blok, yakni Tiongkok. Ini kalau benar kalimatnya Bung Fahri, bisa bahaya, cuy.
Indonesia jelas akan copy paste kebiasaan yang dilakukan perusahaan di Tiongkok, yakni abai terhadap lingkungan. Hal ini sudah diketahui publik sih. Makanya, salah satu tuntutannya demo kemarin tuh soal dampak lingkungan.
Lebih ngeri lagi, jika sampai copy paste tersebut juga berjalan pada sektor pemerintahan, cuy. Kalian kan tahu sendiri Tiongkok sentralistik banget. Haduh, amit-amit deh kalau sampai Indonesia jadi sentralistik seperti Tiongkok.
Indonesia ini mbok ya belajar dari film Naruto lewat karakter Itachi. Meski Itachi pada akhirnya dipuji oleh orang banyak sebab rela berkorban demi Hokage, bagaimanapun ia nelangsa luar biasa lho, cuy.
Bayangkan. Ia harus rela kehilangan blok klannya, Uchiha. Emang Indonesia mau kehilangan satu blok hanya karena ambisi mendekati blok lain? Kalau mimin sih, mending buat blok sendiri deh yang independen dan berdikari.
Sekali lagi, jika yang dikatakan Bung Fahri itu benar, maka kita harus menonton film Naruto segera. Namun, kalau ada yang bilang pendapat Bung Fahri salah, kok ada perusahaan internasional yang menyatakan keberatan dengan RUU Ciptaker ini ya? Padahal, omnibus law katanya menguntungkan investor dari siapa pun dan mana pun. Upps. (F46)