Tony Blair adalah seorang globalis. Ia mendirikan Tony Blair Institute for Global Change untuk membantu agar dampak globalisasi bisa dirasakan oleh semua negara. Ia dekat dengan tokoh kaya raya dan berpengaruh macam Rupert Murdoch, pernah menjadi Special Envoy alias perwakilan diplomatik khusus untuk perdamaian di Palestina, namun dituduh bertanggungjawab terhadap invasi yang terjadi di Irak pada tahun 2003.
PinterPolitik.com
Isu pemindahan ibu kota memang menjadi isu lain yang hangat diperbincangkan di samping soal virus corona. Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan bahkan sampai menggunakan persoalan pemindahan ibu kota untuk membuktikan masih amannya sektor investasi Indonesia dari bahaya virus corona.
Nah, kabar terbaru soal ibu kota baru ini datang dari mantan Wakil Ketua DPR yang sering wara-wiri di pemberitaan, Bang Fadli Zon, yang mengkritik posisi mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Buat yang belum tahu, Mbah Tony emang telah ditunjuk menjadi bagian dari dewan pengarah pembangunan ibu kota baru Indonesia.
Menurut Fadli, Tony tak layak menjadi ahli yang dimintai pendapatnya terkait ibu kota baru. Secara sarkastik, Fadli bahkan menyebut Tony sebagai “ahli bikin hoaks” ketika menyebut Irak punya senjata pemusnah massal alias Weapon of Mass Destruction (WMD) yang berujung pada invasi Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya ke negara yang kala itu dipimpin oleh Saddam Hussein.
Bahkan, pada 2017 lalu isu ini mencuat dalam pengadilan tinggi di Inggris dan beberapa pihak memang mendesak agar Tony Blair diadili terkait kejahatan kemanusiaan. Mereka menilai saat Tony masih menjabat, sebetulnya tak ada ancaman langsung terhadap Inggris dari rezim kekuasaan Saddam Hussein.
Beh, kok jadi ngeri-ngeri sedap ya. Dan kini Mbah Tony ini ada dalam dewan pengarah pembangunan ibu kota baru negara kita yang tercinta dan seolah menjadi “penghubung” dua kekuatan besar: Uni Emirat Arab yang diwakili oleh sang Putra Mahkota, Syekh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, dan Jepang yang diwakili oleh CEO SoftBank, Masayoshi Son.
Kisah yang mirip-mirip Tony Blair ini ternyata juga terjadi pada mantan Kanselir Jerman, Gerhard Schrӧder. Kanselir yang menjabat sebelum Angela Merkel itu kini menjabat sebagai chairman di Nord Stream AG dan di Rosfnet.
Menariknya, dua perusahaan ini adalah perusahaan energi yang punya kaitan erat dengan Rusia. Rosfnet adalah perusahaan terbesar ketiga di Rusia. Sementara Nord Stream adalah konsorsium yang bertanggungjawab terhadap jalur pipa gas dari Rusia ke negara-negara di Eropa, termasuk ke Jerman.
Schrӧder belakangan memang dikritik karena Nord Stream yang digagasnya dengan Vladimir Putin dianggap “menjebak” Jerman ke dalam pengaruh politik Rusia. Beh, kan kalau udah bicara pengaruh politik, nggak ada yang bisa ngalahin deh.
Singkat kata, praktik mantan pemimpin negara terlibat bisnis sebenarnya memang bukan hal yang asing. Baik Tony Blair maupun Gerhard Schrӧder adalah dua contoh nyatanya.
Persoalannya adalah apakah kita suatu saat akan sampai pada level “merasa terjebak” dalam konteks keterlibatan Tony Blair dalam proyek ini, atau pria yang pernah menggagas “Politi Jalan Ketiga” bersama Schrӧder saat masih menjabat ini benar-benar membawa dampak positif untuk Indonesia? Mari menunggu kelanjutannya. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.