“Lucky I’m in love with my best friend. Lucky to have been where I have been. Lucky to be coming home again,” – Jason Mraz feat. Colbie Caillat, Lucky
Pinterpolitik.com
Kayaknya bukan politik Indonesia ya kalau gak bikin kaget. Setelah sempat ribut akibat revisi UU KPK dan wacana amendemen UUD 1945, ternyata ada wacana lain lagi terkait demokrasi yang membuat masyarakat heran. Kali ini, wacana yang baru mengemuka adalah soal evaluasi pelaksanaan Pilkada langsung.
Nah, wacana ini muncul dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Kalau kata mantan Kapolri ini, Pilkada langsung itu banyak mudaratnya. Wah, kok bisa dibilang gitu? Kalau kata Pak Tito, biaya politik dari pelaksanaan Pilkada langsung itu terlampau tinggi sehingga bisa memicu politik uang dan perilaku korup ketika menjabat.
Hmmm, kok wacana ini bisa tiba-tiba muncul ya? Bukannya ide ini berpotensi mengundang kritik?
Kalau dilihat, banyak kalangan masyarakat sipil dan pro-demokrasi memang langsung bingung dengan wacana Pak Tito ini. Menurut mereka, harusnya yang diperbaiki itu aturan pelaksanaannya bukan malah mengevaluasi ulang Pilkada-nya secara keseluruhan.
Di sisi berseberangan, ternyata ada juga kelompok-kelompok yang justru seperti merayakan wacana dari Pak Tito ini. Beberapa partai politik seperti PDIP dan PPP ternyata satu suara dengan Pak Tito bahwa Pilkada langsung ini banyak mudaratnya.
Tak hanya sekadar setuju kalau Pilkada langsung banyak mudarat, partai-partai ini juga langsung udah mulai kepikiran dengan solusi barunya. PPP misalnya udah mulai menyebut mungkin aja Pilkada-nya diubah jadi tidak langsung. Senada dengan hal itu, PDIP menganggap Pilkada nanti bisa dilaksanan secara musyawarah.
Waduh, kok jadi partai-partai sih yang senang dengan wacana ini?
Di luar itu, wacana evaluasi Pilkada langsung ini jadi membingungkan jika mellihat presiden Indonesia saat ini, Joko Widodo (Jokowi). Pak Jokowi ini kan produk dari Pilkada langsung di mana ia besar dan populer ketika berlaga di Pilwalkot Solo dan Pilgub DKI Jakarta.
Pak Jokowi kan sering dianggap sebagai non-elite sehingga ia dibesarkan oleh partisipasi langsung oleh masyarakat. Nah, kalau misalnya nanti Pilkada langsung dihilangkan, mungkin gak sih ada sosok seperti Pak Jokowi lagi? Mungkin gak ya orang yang bukan elite partai bisa merintis karier politik gemilang kalau misalnya usulan partai agar Pilkada tak langsung itu terlaksana?
Sepertinya Pak Jokowi sebagai produk dari Pilkada langsung harus bisa segera berbicara nih, jangan sampai evaluasi Pilkada langsung melebar malah jadi Pilkadanya tidak langsung. Kalau kayak gitu, mungkin aja yang untung malah elite partai dan bukan masyarakat yang berharap pada kepemimpinan baru.
Semoga Pak Jokowi sebagai produk Pilkada langsung bisa ambil langkah yang benar ya. (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.