“Pelajarilah aturan layaknya seorang profesional, sehingga anda dapat mematahkan mereka seperti seorang seniman” – Pablo Picasso, pelukis asal Spanyol
PinterPolitik.com
Kita tahu ya bahwa, pasca pemilihan presiden (Pilpres), pembagian ‘kue’ untuk tim koalisi itu ibaratnya sudah menjadi hal yang tidak tabu alias biasa banget. Bagi-bagi jatah kue itu tidak hanya di jajaran kementerian ya, cuy, tetapi di beberapa lingkup juga, seperti pembagian jabatan di bawah perusahaan pelat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN) misalnya.
Nah, pasti kalian sudah mengetahui bahwa pembagian jatah di lingkup Kementerian BUMN di periode kedua masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini memang terdapat berbagai polemik. Bahkan, sampai-sampai, Bung Adian Napitupulu saja sempat panas tuh sama Menteri BUMN Erick Tohir.
Salah satu penyebabnya mungkin karena Pak Erick ini berangkat dari lingkup orang profesional ya. Jadi, lebih selektif dalam memilih orang dan tidak jarang jiwa profesionalnya muncul sehingga sedikit banyak mengalami masalah dalam proses penempatan ini.
Meski kelihatannya menemui beberapa kesulitan dalam penentuan hal ini, terkait pembagian jatah di BUMN, ternyata Pak Erick ini sebenarnya cenderung tidak mempermasalahkan, cuy. Walaupun begitu, ternyata, doi menggarisbawahi agar menggunakan sistematika yang sesuai dan jelas. Hmmm, makanya doi mengatakan seperti ini, “Tapi tidak bisa semuanya saya setujui.”
Bahkan, doi menyodorkan mekanisme baru dalam pengusulan nama calon komisaris di BUMN itu menggunakan mekanisme yang konkret, cuy, yaitu mengajukan nama dengan memberikan surat resmi dari partai dan diberikan kepadanya – alias ada pengajuan resmi dari partai dan ada hitam di atas putih begitu.
Wah, terobosan baru nih. Kalau diamati secara kasat mata, sebenarnya mekanisme ini sah-sah saja ya, gengs. Bahkan, ini memang tidak menunjukkan ada masalah krusial kalau berjalan dalam lingkup perusahaan profesional.
Tapi, kalau menurut penilaian mimin, dalam melihat mekanisme yang disodorkan oleh Pak Erick ini, seakan kok memojokkan partai gitu ya? Terlebih, kan kita tahu ya, gengs, bahwa selama ini, biasanya partai politik dalam lobi-lobi urusan ini kan menggunakan jalur informal – alias sambil ngopi-ngopi begitu. Jadi, gak terkesan formal dan resmi banget.
Kalau melihat adanya mekanisme yang formal banget seperti ini, kok jadinya terlihat bahwa saat ini Pak Erick seperti memberikan jarak tersendiri ya dengan partai – alias tidak mau diatur sama partai begitu.
Ada apa sih, Pak Menteri? Kalau memang tidak ada masalah apa-apa, kita sih warga negara yang baik tentu ikut bersyukur juga ya, cuy. Lebih-lebih, memang dalam kondisi pandemi saat ini, pemerintah harusnya memang tidak disibukkan dengan urusan jabatan, tetapi harus memberi perhatian kepada sektor kesehatan dan ekonomi. Kalaupun masalah politik, ya bisa lah itu ditahan terlebih dahulu beberapa minggu atau bulan ke depan hingga Covid-19 ini benar-benar terlihat dapat diatasi.
Atau, jangan-jangan nih Pak Erick ini memang sebenarnya menginginkan agar ada ‘banyak Ahok’ (Basuki Tjahaja Purnama) di BUMN? Maksudnya yaitu, duhulu kenapa doi bisa menjadi Komisaris Utama Pertamina, itu atas permintaan Presiden Jokowi melalui rekomendasi secara langsung.
Kalau memang ternyata seperti itu, semoga saja ya, gengs, partai politik di Indonesia tidak banyak yang sakit hati dan marah. Jadi, keinginan Pak Erick agar mekanisme Ahok menjadi komisaris BUMN menjadi percontohan dan dapat terealisasi.
Tapi, hati-hati ya Pak Erick, ntar kursi bapak digoyang loh sama beberapa partai politik yang gak suka dengan bapak. Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.