Site icon PinterPolitik.com

Erdoğan, Anak ‘Nakal’ di NATO?

erdogan anak nakal di nato

Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan memberikan keterangan pers dalam KTT North Atlantic Treaty Organization (NATO) di Brussels, Belgia, pada Juni 2021 silam. (Foto: Reuters)

Meski Amerika Serikat (AS) mendukung wacana bergabungnya Finlandia dan Swedia ke North Atlantic Treaty Organization (NATO), pemerintahan Recep Tayyip Erdoğan di Turki terus menolak rencana tersebut. Mengapa Turki lantas berani menentang hal ini?


PinterPolitik.com

Rencana bergabungnya Finlandia dan Swedia ke North Atlantic Treaty Organization (NATO) ternyata disambut baik oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Presiden AS ke-46 ini bahkan memerintahkan jajarannya untuk segera berkoordinasi dengan Kongres AS tentang persetujuan keanggotaan Finlandia dan Swedia di NATO. 

Meski demikian, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan tetap bersikeras bahwa negaranya tidak akan setuju apabila dua negara tersebut masuk menjadi anggota NATO. Wah, kok Erdoğan berani banget ya mengambil sebuah keputusan yang berbeda – apalagi berbeda dari negeri Paman Sam?

Hmm, ternyata hal ini tidak lepas dari posisi atau peran Turki yang cukup esensial bagi NATO. Tidak heran jika Turki berani untuk mengambil sisi yang berlawanan dengan AS dan NATO. 

Dalam artikel PinterPolitik.com yang berjudul Erdoğan, Kuda Troya Penghancur NATO, dijelaskan bahwa posisi Turki cukup krusial karena memiliki pengaruh geopolitik yang tinggi – seperti kekuatan militer yang mumpuni dan letak geografis Turki yang strategis untuk menangkal potensi ancaman dari Iran. 

Kondisi ini tentu menjadi daya tawar bagi Turki untuk menekan NATO supaya keinginannya bisa tercapai. Alhasil, sepertinya tidak mudah jika kedua negara tersebut bergabung tanpa adanya persetujuan dari Turki – mengingat, Pasal 10 Perjanjian Atlantik Utara menegaskan jika ada negara yang ingin masuk sebagai anggota harus mendapat persetujuan dari 30 negara secara utuh atau bulat. 

Beberapa indikator inilah yang akhirnya membuat Finlandia dan Swedia harus ‘membujuk’ Turki agar bisa segera menjadi anggota NATO. Kabarnya, kedua negara tersebut sudah merencanakan untuk melakukan negosiasi dengan Turki dengan mengirimkan delegasinya ke Ankara. Harapannya, Turki bisa melunak dan memberikan persetujuannya terhadap keanggotaan Swedia dan Finlandia di NATO. 

Well, dinamika ini memperlihatkan jika Turki sejatinya tidak bisa dipandang sebelah mata karena memiliki kekuatan daya tawar yang tinggi khususnya bagi NATO. Sepertinya, Turki bisa dianalogikan seperti karakter Tony Stark di dalam film Avengers

Pada sebuah film layar lebar yang berjudul Captain America: Civil War menceritakan perselisihan antara Tony Stark dan Steve Rogers. Namun, sebetulnya, apabila dilihat secara keseluruhan, keduanya memang tidak akur lho – terutama karena Tony mengetahui ayahnya, Howard Stark, tewas karena dibunuh oleh teman baik Steve Rogers, Bucky Barnes.

Awalnya, Steve menyembunyikan hal tersebut tetapi akhirnya fakta itu terkuak hingga Tony akhirnya marah kepada Steve. Perselisihan lain terus berkelanjutan hingga muncul ketidakpercayaan Steve terhadap Tony ketika membuat robot bernama Ultron karena pada akhirnya robot tersebut justru menjadi jahat. Puncak pertikaian berlangsung ketika Steve ternyata lebih memilih membela Bucky daripada Tony.

Nah, Erdoğan bisa dianalogikan seperti Tony Stark yang banyak maunya karena merasa dirinya penting di Avengers. Sementara, Steve Rogers atau Captain America biasa dianalogikan sebagai Joe Biden-nya AS yang sejatinya tidak memiliki hubungan baik dengan Erdoğan. 

Well, kalau melihat hal ini, apakah Turki-nya Erdoğan akan marah dan terus menjadi anggota yang ‘nakal’ jika AS dan NATO lebih memilih Finlandia dan Swedia masuk ke NATO? Perkembangan terkait isu ini menarik untuk diikuti lebih lanjut. (G69).


Exit mobile version