“Jadi, kita bisa selesaikan perbedaan pendapat. Tidak bisa 100 persen kita puas, tapi lumayan 70 persen. Saya ingin jadi Presiden, nggak jadi. Mau marah-marah? Mau marah sama Tuhan? Ya enggak bisa. Tapi lumayan, saya Menteri Pertahanan sekarang”- Prabowo Subianto, Ketum Partai Gerindra
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto buka suara soal alasannya mau menjadi Menteri Pertahanan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), rivalnya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Dalam video pendek yang diunggah oleh akun Instagram @fraksipartaigerindra, Prabowo mengatakan bahwa tujuan bergabung dalam kabinet merupakan misi kebangsaan, yaitu untuk menjaga stabilitas politik di Indonesia.
Ia beranggapan bahwa stabilitas merupakan karakter dari bangsa Indonesia. Hal ini beranjak dari filosofi dasar yang mengungkapkan bahwa sesama anak bangsa tidak boleh bermusuhan walau berbeda pendapat.
Fenomena ini memunculkan beberapa pertanyaan. Misalnya, mengapa klarifikasi ini muncul lagi, meski pernah diucapkan Prabowo sebelumnya? Adakah tujuan lain yang ingin disasar Prabowo dari pernyataan ini?
Sedikit mengingatkan, Prabowo pernah menyampaikan alasan bergabung dengan kabinet Jokowi pada medio 2021. Saat itu, mantan Danjen Kopassus itu mengatakan dirinya dan Jokowi punya tujuan yang sama, maka lebih baik mereka bekerja sama.
Bahkan Prabowo mengilustrasikan perseteruannya seperti dua panglima perang asal Jepang: Tokugawa Ieyasu dan Toyotomi Hideyoshi. Dalam akhir cerita, kedua panglima Jepang itu memilih untuk berdamai demi kepentingan yang lebih besar, yaitu Jepang.
Ya, kepentingan lebih besar adalah kata kuncinya. Kepentingan yang dimaksud tidak hanya kepentingan sosio-politik saja, yaitu untuk menyudahi perpecahan para pendukung. Tapi terdapat pula kepentingan ekonomi yang berdampak dari bergabungnya kedua tokoh ini.
Bank Dunia dalam sebuah publikasi yang berjudul Foreign Investor Perspectives and Policy Implication, mengungkapkan bahwa kestabilan politik dan keamanan merupakan faktor utama bagi investor dalam menentukan lokasi penanaman modal.
Bahkan dari 754 perusahaan internasional yang masuk dalam list survei, sebanyak 50 persen menyebut bahwa kestabilan politik dan keamanan sangatlah penting bagi mereka, sementara 37 persen menilainya sebagai faktor yang penting.
Kalkulasi ekonomi seperti ini, berangkat dari asumsi bahwa jika kebijakan-kebijakan krusial yang penting bagi perekonomian bisa digolkan dengan cepat, maka minat investor asing untuk menanamkan dananya di Indonesia bisa terjadi. Hal ini yang akan membuat roda perekonomian berputar lebih cepat.
Penjelasan ini dapat ditafsirkan dengan ilustrasi Prabowo tentang harmonisasi keluarga, yang titik tekannya pada gagasan tentang kebersamaan sebagai nilai utama, di mana perbedaan pendapat merupakan sesuatu yang lumrah terjadi.
Jika melihat konteks krisis ekonomi global yang saat ini menuntut kita untuk dapat survive secara ekonomi, pernyataan Prabowo rupanya dapat juga ditafsirkan sebagai bentuk determinasi ekonomi, yaitu sebagai tujuan yang lebih besar yang harus dicapai oleh negara.
Jika benar demikian, ucapan Prabowo ini punya dampak yang lebih luas, tidak hanya dalam politik an sich. Hal ini juga mungkin jadi jawaban kenapa pernyataan itu diucapkan berulang kali.
Hmm, jadi alasan kenapa Prabowo mau bergabung dalam kabinet Jokowi tidak sekedar persoalan perbedaan pendapat kali ya, tapi ini juga terkait perbedaan pendapatan juga loh. Seolah ingin menegaskan kebenaran idiom: “Logika tanpa logistik akan memunculkan anarkis”. Bener nggak sih? Hehehe. (I76)