HomeCelotehEdy Rahmayadi, Sang "Ahli Jewer"?

Edy Rahmayadi, Sang “Ahli Jewer”?

Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi beberapa waktu lalu ramai dibicarakan karena ulahnya yang menjewer seorang pelatih biliar yang bernama Khairuddin “Choki” Aritonang. Mengapa sosok mantan Ketua Umum (Ketum) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tersebut penuh kontroversi?


PinterPolitik.com

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membawa para pengikutnya untuk “menuruti” perintah mereka demi kebaikan bersama. Setidaknya, asumsi itulah yang berkembang di alternate universe Bumi-45.

Salah satu pemimpin yang berusaha menerapkan prinsip ini adalah pemimpin Korea Lor (Kolor) yang bernama Kim Jong-unch. Demi mewujudkan kebaikan bersama yang diimpikannya, Kim pun menerapkan sejumlah peraturan krusial bagi rakyatnya.

Kebijakan seperti ini pernah dijalankan pada akhir tahun 2021 kemarin, yakni ketika Kim memperingati meninggalnya ayahnya, Kim Jong-ill. Kala itu, pemerintah Kolor melarang warganya untuk tertawa selama 11 hari.

Mungkin, ini juga bisa jadi semacam culture shock buat masyarakat negeri Nusantara. Pasalnya, di negeri ini, kematian seseorang biasa diperingati dengan berdoa bersama – yang setelah itu disusul dengan makan bersama atau berkat.

Baca Juga: Edy Rahmayadi, PSSI dan Politik

Edy Rahmayadi Bikin Heboh

Tak hanya soal larangan tertawa, pemerintahan Kim juga memberikan panduan kepada rakyatnya soal gaya rambut dengan merilis 28 gaya rambut acuan pada tahun 2013 lalu. Mungkin, maksud Kim sebenarnya baik – yakni supaya tidak ada lagi hukuman potong rambut paksa yang biasa dilakukan oleh guru kepada murid yang rambutnya dinilai tidak “rapi”.

Kebijakan-kebijakan Kim ini pun tampaknya menginspirasi seorang pejabat di negeri Nusantara, yakni Edi Rahmayudi. Pasalnya, bukan tidak mungkin, tidak ada pejabat atau politisi yang bisa memiliki prinsip yang kuat layaknya Edi – saking uniknya.

Namun, sedikit berbeda dengan Kim, Edi lebih berfokus pada jenis rambut yang lain – rambut yang letaknya di bawah dua lubang, yakni kumis. Boleh jadi, Edi khawatir bila rambut itu bisa mengganggu alur pernapasan.

Pasalnya, Edi menilai kumis kurang baik. Inilah sebabnya Edi menganjurkan untuk tidak berkumis. Setidaknya, larangan berkumis ini pernah Edi ungkapkan untuk para kepala sekolah dan pelatih olahraga.

Selain itu, Edi juga mewajibkan semua orang tepuk tangan. Bila tidak tepuk tangan, jeweran pun bisa saja mengancam. Lagipula, tepuk tangan kan lebih baik daripada tepuk angan. (A43)

Baca Juga: Bobby Tak Takut Edy Rahmayadi?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".