“Ini juga kami duga kenapa tarif ojol diundur menunggu BBM naik terlebih dahulu” – Lily Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI)
Rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi direspons ratusan pengemudi ojek online (ojol) dengan menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR. Ribuan pengemudi ojol menolak kenaikan harga karena akan memberatkan perekonomian mereka.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati, menyebut ada empat tuntutan dalam aksi demo kali ini. Pertama, menuntut agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk konsisten dengan aturan kenaikan tarif baru.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Kemenhub berencana menaikkan tarif ojol pada akhir bulan Agustus ini dengan menggunakan tiga pembagian zona daerah.
Kedua, massa ojol menuntut kebijakan potongan aplikator yang saat ini 20 persen, agar dikurangi menjadi hanya 10 persen. Sebab, selama ini potongan hanya memberatkan, apalagi biaya perawatan kendaraan ditanggung pihak ojol.
Ketiga, mereka meminta kesejahteraan lebih diperhatikan dengan menetapkan status sebagai pekerja tetap, bukan mitra. Dan keempat, meminta pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM.
Anyway, tuntutan terakhir ini yang kemudian menjadi sorotan. Sebab, tuntutan ini mempunyai hubungan yang tidak hanya pada persoalan para driver online saja, melainkan juga berdampak bagi masyarakat secara luas.
Hal ini seolah ingin menegaskan bahwa ojol harus diakui sebagai kelas sosial baru. Bukan karena persoalan eksistensi mereka, melainkan karena dampak dari kehadiran mereka, yaitu ikut memperjuangkan kepentingan masyarakat luas.
Tentu, jika kita gali dalam perspektif etika, apa yang dilakukan oleh ojol adalah bagian yang tidak terpisah dari konsep tentang bentuk tanggung jawab sebuah kelas sosial tertentu.
Formulasi etis ini dikemukakan oleh filsuf Emmanuel Levinas, yang mencoba menunjukkan bahwa manusia dalam segala penghayatan dan segala sikapnya didorong oleh sebuah impuls etis, yakni tanggung jawab terhadap sesama.
Menurut Levinas, tanggung jawab adalah sikap yang harus didahulukan dalam melakukan sesuatu. Seseorang akan melalui titik pijak dalam bersikap dan bertindak, yakni “saya ada demi orang lain”.
Pada titik ini, terlihat bahwa ojol saat melakukan demonstrasi tidak hanya berfokus pada diri dan kelompok mereka saja. Mereka juga merasa punya tanggung jawab moral untuk menjamin kesejahteraan orang lain, melalui penolakan kenaikan harga BBM.
Hmm, jadi kepikiran nih, kalau massa ojol ini bisa saja setara dengan para pemuda saat revolusi kemerdekaan pada tahun 1945. Kita semua tentu ingat jargon Presiden Soekarno, “Berikan aku pemuda, maka akan kuguncang dunia”.
Dan jika Soekarno masih ada, mungkin jargonnya berubah, “Jika aku teriakkan Salam Satu Aspal, maka jutaan ojol mengguncang dunia”. Hehehe. (I76)