“History will be kind to me for I intend to write it” – Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Inggris
Gengs, nggak tahu kenapa ya,persoalan sejarah ini selalu menjadi perdebatan yang menguras tenaga? Bahkan, hampir semua tokoh dunia banyak yang mengakui hal tersebut.
Misal nih, Pramoedya Ananta Toer yang menceritakan bagaimana kisah perdebatan antara sesepuh dengan warga tentang estafet kepemimpinan pasca-keruntuhan kerajaan Majapahit dalam bab awal bukunya yang berjudul Arus Balik.
Perdebatannya panas banget, sampai-sampai sesepuh sempat naik pitam karena dikasari oleh salah satu hadirin yang turut berdebat. Begitulah memang watak apa yang kita kenal bernama ‘sejarah’.
Makanya, benar sih yang dibilang salah satu tokoh besar Inggris, Winston Churcill, bahwa sejarah dibentuk oleh orang-orang yang menang sehingga sejarah selalu memiliki wajah yang banyak sekali.
Kalau pengen bukti sederhana, coba aja kalian tanya ke penduduk desa tentang sejarah salah satu bangunan desa. Pasti deh banyak versi. Namun, percayalah, versi yang tertulis di nisan desa tentu saja yang hanya disepakati oleh lurah beserta perangkatnya.
Nah, tampaknya hal demikian mesti dipelajari oleh para politisi kita, terutama Din Syamsuddin yang baru saja mendeklarasikan organisasi bentukannya bersama para tokoh nasional yang lain.
Dalam deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dilakukan pada 18 Agustus lalu, Din Syamsuddin sebagai Presidium KAMI membuat statement mengejutkan. Ia bilang, “Deklarasi ini mengingatkan 75 tahun lalu ketika UUD 1945 disahkan pembukaannya, kami sepakati di dalamnya terdapat Pancasila.”
Sebentar deh, serius nih Pancasila lahir 18 Agustus? Bukannya sesuai dengan catatan negara, Pancasila lahir pada 1 Juni 1945 saat Soekarno membacakan lima sila di depan majelis Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai atau BPUPKI ya, cuy? Tuh benar kan, terkait sejarah, pasti banyak versinya. Hehehe.
Namun, ngomong-ngomong dulu saat pelajaran di sekolah dasar, mimin tahunya tuh tanggal 18 Agustus sebagai hari kelahiran Undang-Undang Dasar (UUD). Sementara, Pancasila ya tetap 1 Juni.
Sebenranya, pernyataan Pak Din ini seru loh kalau berani dibawa ke dalam ruang perdebatan sejarah. Hanya saja, mimin masih bertanya-tanya, kenapa baru sekarang lho soal ini meletup ke muka.
Apa jangan-jangan memiliki motif tertentu yang ditujukan kepada pemerintah nih – sebab dari kemarin para pentolan KAMI banyak juga toh yang sering nyerang Badan Penguatan Ideologi Pancasila (BPIP)?
Kalau memang ada motif kekuasaan, mending soal sejarah ini nggak perlu didebatkan sekarang deh. Pak Din cukup fokus memperkuat strategi kemenangan para kelompok pendukung 18 Agustus saja dalam agenda elektoral besok.
Namun, kalau hari lahir Pancasila nanti akan ditaruh di 18 Agustus, jadi hari libur nasional juga nggak ya? Kan lumayan tuh kalau libur. Kalau pas bertepatan dengan weekend seperti 17 Agustus kemarin, bisa libur panjang banget tuh. Upsss. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.