“Suratku itu lukisan luka di hati. Jangan kau hempas, meski tak ingin kau sentuh,” – Hedi Yunus, Suratku
PinterPolitik.com
Perkara pengupahan sepertinya sering menjadi hal yang dilematis ya. Dilema ini tidak hanya dirasakan satu pihak aja, tapi bisa sampai tiga pihak. Dalam konteks tersebut, kubu pemerintah, pengusaha, dan buruh sering kali mengalami kesulitan menemukan titik temu yang paling sempurna.
Nah, dilema semacam ini sepertinya dirasakan ketika Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Seperti seluruh kepala daerah lainnya, sosok yang kerap disapa Kang Emil ini menghadapi situasi sulit karena memiliki kewajiban untuk menaikkan upah setiap tahunnya.
Kang Emil ternyata menghadapi situasi yang gak mudah di tengah kewajiban tersebut. Jawa Barat, menurutnya sedang mengalami situasi sulit karena banyak industri yang pindah lokasi ke provinsi lain. Banyak pengusaha yang kesulitan karena upah di Jabar dirasa terlalu tinggi buat produksi mereka.
Merujuk pada hal tersebut, Kang Emil akhirnya memutuskan untuk menaikkan upah, tetapi tidak dengan cara biasanya. Jika umumnya kenaikan upah tersebut didukung oleh sebuah surat keputusan, Kang Emil kini justru menaikkannya dengan surat edaran. Wah, apa bedanya ya?
Kalau menurut Kang Emil, di tengah kondisi dilematis itu, dengan surat edaran pengusaha yang mampu tetap wajib menaikkan upah. Sementara, perusahaan padat karya yang kemampuannya gak serupa harus melakukan perundingan dengan buruh untuk menemukan formula yang tepat.
Kelihatan kalau sebenarnya Kang Emil ini lumyan memperhatikan kondisi perusahaan yang ada di wilayahnya. Ia sepertinya cukup memahami kalau kondisi ekonomi sekarang gak sepenuhnya prima buat berusaha. Makanya, mungkin surat edaran ini jadi semacam jalan tengah buat kondisi itu.
Sayangnya, kubu buruh sepertinya gak terlalu antusias dengan surat Kang Emil ini. Menurut para pekerja itu, surat edaran ini bisa membuat para pengusaha tak punya kewajiban untuk menaikkan upah. Oleh karena itu, mereka berencana melakukan demonstrasi terkait dengan hal itu.
Mendapatkan respons buruh tersebut, Kang Emil kemudian menulis surat cinta di media sosialnya. Dia mencoba menjelaskan kalau dia itu mengalami kondisi yang gak mudah dan menekankan bahwa ada dinamika antara pengusaha dan para pekerja.
Hmmm, jalan tengah Kang Emil ini ternyata jadi gak tengah-tengah amat. Di satu sisi, perusahaan mungkin jadi gak harus terbebani. Di sisi yang lain, para buruh ternyata gak terlalu antusias dengan hal itu.
Mungkin Kang Emil bisa diapresiasi karena jeli melihat kondisi dunia usaha di wilayahnya. Tapi punten Kang, buruh juga mungkin bisa didengarkan pendapatnya. Semoga aja bisa ada regulasi yang gak memberatkan pengusaha tetapi juga bisa menjamin para buruh hidup layak. (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.