Site icon PinterPolitik.com

Di Balik Usul Imin Hapus Gubernur

di balik usul imin hapus gubernur

Ketua Umum (Ketum) PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin). (Foto: Antara)

Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengusulkan agar jabatan gubernur dihapus saja. Alasannya sih, karena jabatan itu hanya menjadi penghubung antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di tingkat kota dan kabupaten. 


PinterPolitik.com

“I know way too many people here right now that I didn’t know last year. Who the f**k are y’all?” – Drake, “Over” (2010)

Pernah nggak sih kalian merasa risih dengan kehadiran orang-orang baru di lingkungan kalian? Terkadang, rasa memiliki akan menjadi lebih besar ketika kita telah berada di lingkungan tersebut dalam waktu yang lama.

Nah, mungkin nih, rasa seperti inilah yang dirasakan oleh penyanyi rap (rapper) bernama Drake. Ini bisa terlihat dari lirik-liriknya – salah satunya adalah potongan lirik yang tertera di awal tulisan.

Rapper asal Toronto, Kanada, ini memang udah nggak perlu dijelasin lagi kalau namanya memang besar. Melalui lagu-lagu hits-nya seperti “Hold On, We’re Going Home” (2013), “Hotline Bling” (2015), hingga “In My Feelings” (2018), Drake menjadi salah satu rapper paling populer di dunia.

But, buat kalian yang udah jadi Team Drizzy sejak lama, pasti tahu dengan ketidaksukaan Drake pada orang-orang baru di sekitarnya. Di lagu berjudul “Started from the Bottom” (2013), misalnya, rapper yang bernama awal Aubrey itu mengatakan, “No new n****s, n***a, we don’t feel that (Jangan ada orang baru, bro, kita nggak suka itu).”

Bukan nggak mungkin, perasaan yang sama ini akhirnya juga dirasakan oleh para politisi di Indonesia. Salah satu politikus yang merasakan itu mungkin adalah Ketua Umum (Ketum) PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Kabarnya nih, Cak Imin beberapa waktu lalu memberikan usulan agar jabatan gubernur dihapus saja. Alasannya adalah jabatan gubernur kini hanya berperan layaknya penghubung antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tingkat kota dan kabupaten – padahal untuk menyelenggarakan pemilihan gubernur (pilgub) bisa menghabiskan banyak anggaran.

Hmm, bisa jadi, usulan Cak Imin ini beralasan sih. Bisa juga, usul ini datang karena terlalu banyak “pemain” – alias kandidat calon presiden (capres) – baru yang datang dari posisi kepala daerah. Hehe.

Buktinya, partai politik (parpol) lain yang emang punya banyak kandidat capres dari kepala daerah langsung komentar dan menolak. Siapa lagi kalau bukan PDIP? Apa ini jadi cara Cak Imin untuk menggembosi PDIP? Hmm.

Ya, mungkin, Cak Imin yang udah ingin jadi capres sejak lama merasa lelah, kali ya? Kan, kita tahu tuh kalau mendekati musim-musim pemilihan presiden (Pilpres), Ketum PKB itu selalu pasang baliho dan mengajukan dirinya (sendiri) sebagai capres.

Kemunculan para kepala daerah ini jelas mengganggu aktor-aktor politik yang sudah lama “bermain” di kolam kompetisi nasional. Andras Jungherr, Ralph Schroeder, dan Sebastian Stier menyebut aktor-aktor baru ini sebagai political outsiders – politisi yang menantang tatanan lama – dalam tulisan mereka Digital Media and the Surge of Political Outsiders.

Mengamini penjelasan Jungherr dan kawan-kawan yang berfokus pada kebangkitan media digital sebagai penyebabnya, Gunaro Setiawan dalam tesisnya yang berjudul The Rise of Servant Leaders menambahkan bagaimana citra yang dibangun oleh para outsiders memiliki keunikan di Indonesia, yakni memasang citra sebagai pemimpin pelayan rakyat (servant leaders).

Hmm, mungkin nih, para elite politik juga perlu nih tahu gimana caranya jadi servant leaders – kalau beneran ingin jadi kandidat capres yang populer ya. Ingat lho ya, kalau mau jadi “pelayan” beneran, Cak, Mas, Mbak, Kang, Teh, Bang, Neng, Pak, Bu, dan lain-lain (no offense buat yang merasa ya). Hehe. (A43)


Exit mobile version