“Di era demokrasi kuping penguasa dan pendukungnya itu tak boleh cepat panas. Masak dukungan di parlemen 80 persen takut dengan tagar?” – Jansen Sitindaon, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat
PinterPolitik.com
Di tengah kekalutan dan kepanikan yang ditimbulkan oleh Covid-19 dan penyebarannya, tekanan dan kritik memang silih berganti datang menghampiri pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bukannya gimana-gimana ya, sejak awal pemerintah udah terkesan menganggap remeh Covid-19.
Publik mungkin ingat lelucon yang dibuat oleh beberapa menteri terkait Covid-19. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan misalnya, pernah memplesetkan nama virus corona itu dengan merk mobil.
Sementara Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pernah bilang bahwa orang Indonesia kebal terhadap virus ini karena gemar makan nasi kucing. Adapun Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bahkan menantang perhitungan para ahli – termasuk dari Harvard University – terkait kemungkinan Indonesia dilanda oleh virus tersebut.
Nah, nggak heran aksi-aksi tersebut membuat masyarakat mempertanyakan integritas pemerintahan Presiden Jokowi dalam mengupayakan penanganan wabah ini. Apalagi, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Covid-19 yang justru dianggap berpotensi melahirkan banyak persoalan baru.
Masih ada lagi nih perang tagar. Duh. #COVID19 #infografis #lawanviruspolitikcorona #dirumahaja #Politik https://t.co/ZPi20Nv13u pic.twitter.com/1ebpR7vcQb
— Pinterpolitik.com (@pinterpolitik) April 21, 2020
Beberapa pihak memang menuduh Perppu nomor 1 tahun 2020 tersebut berpotensi ditunggangi oleh “penumpang gelap” atau orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dari situasi yang ada. Soalnya ada celah korupsi karena pengambil kebijakan dalam situasi ini terkait penanganan Covid-19 bisa mendapatkan kekebalan hukum jika suatu saat kebijakannya bermasalah.
Hal lain yang disoroti juga adalah terkait kelonggaran pemerintah menetapkan defisit anggaran negara hingga lebih dari 3 persen untuk 3 tahun ke depan.
Tak heran banyak pihak yang kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait produk hukum tersebut.
Di lain pihak, Perppu ini juga melahirkan gejolak yang besar di media sosial misalnya. Beberapa hari lalu, tagar #impeachment atau pemakzulan sempat menjadi trending di media sosial.
Entah tagar ini muncul karena ketidakpuasan masyarakat secara keseluruhan atau hanya karena digerakkan oleh sekelompok buzzer untuk kepentingan tertentu, yang jelas narasi yang dibawa sudah menarik perhatian banyak orang.
Bagaimanapun juga, ketidakmampuan pemerintah menangani krisis memang berpotensi melahirkan gejolak sosial. Jika hal itu yang terjadi, maka Covid-19 sudah bertransformasi ke level yang berbeda: sebuah wabah sosial.
Isu ini pada akhirnya menjadi gorengan sekelompok orang yang ingin meraih kepentingan ekonomi maupun politik. Jokowi sendiri bisa dipastikan melihat gejolak ini sebagai hal yang serius.
Namun, untuk sampai ke level akhir impeachment atau pemakzulan sang presiden, memang butuh lebih dari sekedar dinamika politik dan blunder kebijakan yang besar. Pasalnya, 80 persen kekuatan di parlemen sekarang ini dikuasai koalisi pendukung pemerintah.
Artinya memang impeachment itu tak akan pernah mudah untuk terjadi. Walaupun demikian, bukan berarti hal itu tidak mungkin terjadi. Jika kebijakan penanganan Covid-19 tak pernah tepat sasaran dan tak benar dijalankan, bukan tidak mungkin benar-benar ada bahaya gejolak sosial yang menanti Jokowi. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.