“Beranjak tua itu pasti, tetapi menjadi dewasa, bijaksana, dan berprestasi itu pilihan” – Bambang Pamungkas, pemain sepak bola asal Indonesia
Gengs, memang benar kata orang-orang zaman dulu ya bahwa kalau mau menuntaskan masalah maka harus dibawa ke ahlinya biar benar-benar jitu dan tepat sasaran. Secara, kita tahu kan peran seorang ahli atau pakar, di mana mereka nggak bakal melebar ke ranah-ranah yang nggak perlu diurus. Mereka hanya fokus pada satu bahasan.
Selain itu, pikiran mereka tuh terbiasa membaca masalah dari akarnya. Ini penting lho, cuy. Bayangkan saja kalau mereka nggak berpikir substantif seperti itu. Wah, pasti bukan menyelesaikan masalah tetapi hanya membius masalah.
Saat biusnya sudah habis, lahir deh masalah lagi. Bahkan, bisa-bisa jauh lebih gedhe. Misal saja nih, di tangan orang yang nggak ahli dalam bidang kuliner, kehambaran rasa rawon – masakan khas Jawa Timur – yang dimasak oleh penjual di Yogyakarta kebanyakan dikasih komentar begini, “Ini yang masak gimana sih? Rawon kok rasanya manis?”
Namun, kalau yang paham kuliner pasti komennya, “Wah, memang beda lidah, ya. Maklum lidah Jogja dengan Jawa Timur memang beda selera.” Jadi, daripada menggubris soal rasa, para ahli kuliner pasti lebih condong buat melihat dari segi paling substantif, yakni selera lidah antar daerah.
Nah, sama halnya dalam masalah huru-hara kata “anjay” yang membuat jagat dunia media sosial geger. Terbaru, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengeluarkan edaran yang isinya berupa larangan penggunaan bahasa “anjay” .
Hal tersebut bermula dari aduan salah satu warga negara +62 yang tersinggung saat dibilang “anjay” oleh orang lain. Kalian cari sendiri deh siapa orangnya. Mimin malas nyebut namanya. Hehehe.
Sontak saja, keputusan KPAI tersebut mendapat respons dari netizen Indonesia yang terkenal kritis Jangan sebut barbar ya, gengs.
Tapi bukan netizen +62 namanya kalau nggak melempar kritikan pake nada guyonan. Pasca munculnya edaran dari Komnas PA tersebut, alih-alih masyarakat Indonesia semakin redup dalam menggunakan kata ‘anjay’, ladalah malah semakin mengakar dan menjamur.
Bahkan nih, malah sudah beredar puluhan bahkan mungkin ratusan meme tentang ‘anjay’ ini, cuy. Namanya warga negara +62 memang beda ya. Upsss.
Serupa tapi tak sama, ternyata sikap yang diambil oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berbeda, cuy, dengan yang diambil oleh Komnas PA. Kelihatannya sih, KPAI lebih ingin bersikap soft dan elegant ya sebagai lembaga negara.
Pasalnya, sampai saat ini lembaga formal negara ini belum membahas hal yang sempat viral di media sosial tersebut. Bahkan, menurut Komisioner KPAI Retno Listyati mengatakan bahwa masih terdapat hal-hal lebih penting dan substantif dibandingkan membahas hal tersebut.
Ciyee, KPAI belajar dari pengalaman nih. Sebelumnya kan KPAI sempat jadi buah bibir juga karena kasus berenang di kolam yang menyebabkan kehamilan. Upsss.
Melihat dua sikap lembaga yang serupa namun tak sama ini sih, mimin jadi paham ya bahwa memang seharusnya, dalam menentukan sikap, sebuah institusi itu harus dirundingkan dengan secara mendalam dahulu. Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.