The teacher is the one who gets the most out of lessons, and the true teacher is the learner” – Albert Hubbart, penulis asal Amerika Serikat (AS)
Gengs, seorang kapten dalam sepak bola yang baik pasti memiliki tanggung jawab yang tinggi. Bahkan, kendati ia sudah nggak menjabat sebagai kapten – entah karena pensiun atau pindah klub – ia tetap akan memberi arahan yang baik kepada penerusnya. Itu bisa kalian temukan di jagat persepakbolaan mana pun.
Coba kalian amati saat Totti pensiun duluan di AS Roma. Ia nggak sungkan lho memberi masukan ke Daniel de Rossi meski keduanya nggak terpaut jauh secara usia pun sama-sama satu gerbong akademi.
Ya, memang nggak mudah sih mengarahkan kapten baru. Apalagi, kalau si kapten yang baru memiliki sifat temperamen. Kalau nggak bertaring, bisa-bisa arahan dari kapten lama dianggap angin lalu saja.
Untung deh Totti sangat dingin dan rasional, serta punya wibawa bagus dan massa besar sehingga nggak ada pilihan lain bagi de Rossi selain patuh dan belajar darinya. Walhasil, de Rossi yang sempat diragukan oleh Presiden AS Roma karena temperamennya itu pun semakin bijak mengolah emosi sehingga ia berhasil menjadi panutan para pemain yang beraneka ragam. Kini, keduanya berhasil menjadi legenda yang akan selalu diingat oleh pendukung tim dari ibu kota Italia tersebut.
Nah, sebagaimana Totti dan de Rossi bertukar pikiran tentang cara mengelola tim yang bijak dan benar, kayaknya hal begitu pantas dipakai untuk membaca hubungan Anies Baswedan dan Nadiem Makarim.
Pak Anies kan dulu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) saat awal periode pertama pemerintahan Joko Widodo sebelum ia menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tentu punya segudang pengalaman dan pandangan yang baik terkait dunia pendidikan. Sementara, Mas Nadiem yang kini memegang kendali Mendikbud tampaknya masih agak kebingungan menyikapi dinamika bangku sekolah.
Buktinya tuh kemarin saat dihadapkan dengan kasus pelajar yang turut serta demonstrasi. Mas Nadiem terang-terangan melarang toh. Tentu saja, ia sudah menyiapkan sanksi berat seperti yang digaungkan sejumlah Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan.
Nah, berbeda dengan Mas Nadiem, Pak Anies justru memilih untuk memberi toleransi kepada pelajar. Kata Pak Anies, pelajar yang seperti itu kan menggambarkan kondisi pendidikan kita toh. Seharusnya, kalau dinilai pelajar yang demonstrasi itu keliru, ya berarti mesti dikasih pendidikan lebih. Bukannya malah dikeluarkan.
Lha wong mereka tuh jadi pelajar supaya bisa menemukan kebaikan. Kok malah mau diberhentikan proses perjalanannya?
Benar juga sih apa yang dikatakan Pak Anies. Secara ,mereka masih anak-anak. Jadi, nggak bisa dihukum layaknya orang dewasa. Mesti ada pendekatan yang berbeda.
Cuy, kok mimin jadi terharu ya sama komentarnya Pak Anies? Ini kalau serius keluar dari lubuk hati paling dalam, mestinya Mas Nadiem tersentuh lah ya. Bagaimana pun juga, jiwa Mendikbud lama – meski sudah nggak menyandangnya – masih menempel. Artinya, bisa dong Mendikbud baru belajar banyak darinya.
Namun, ngomong-ngomong, secara politik, statement Pak Anies semakin ke sini kok sering tepat dengan momen tertentu ya. Apa jangan-jangan ini menjadi momentum buat menaiki tangga menuju 2024 yang semakin kokoh ya, cuy? Hehe. (F46)