“What’s a death sentence cause we all gotta die” – Rick Ross, penyanyi rap asal Amerika Serikat
PinterPolitik.com
Indonesia memang istimewa. Di samping karena dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, Indonesia semakin istimewa dengan keunikan warganya.
Apalagi sekarang sudah zaman sosial media, hal lucu dan unik yang dimiliki warga negara ter-santuy ini semakin terekspos ke dunia maya. Contohnya saja Bali yang terkenal akan keindahan pantainya atau demam goyang mamah muda yang sedang ramai diperbincangkan.
Selain Bali dan juga jogetan TikTok, Kota Depok ternyata juga sempat viral loh di media sosial. Selain terkenal sebagai kota belimbing, daerah perbatasan Jakarta dan Bogor ini juga viral dengan berbagai kejadian uniknya, seperti soal lagu yang diputar di lampu merah sampai soal Reynhard Sinaga.
Gokil, emang Depok gak ada matinya, cuy. Tapi, tetap sih ke-viral-an Depok yang paling membuat geger sejagat Indonesia masih dipegang oleh kasus Corona, gengs.
Yah, karena waktu itu kan Indonesia sedang nyantai dan over–confident soal persebaran Covid-19 yang gak bakal ada, eh, malah dua warga Depok terkonfirmasi positif Corona. Puyeng dah, tuh.
Selain membuat geger, kasus virus Corona juga membuat krisis pada sektor sosial dan ekonomi, cuy, ternyata. Soalnya, kan, pasien positif Covid-19 semakin bertambah.
Mau tidak mau Pemerintah Kota Depok harus mengikuti DKI Jakarta untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebagai tetangga, Kota Depok dan Ibu Kota memang tidak jauh berbeda alias sebelas dua belas, cuy – mulai dari kepadatan penduduk sampai kemajemukan warganya.
Ternyata, karena adanya PSBB, banyak masyarakat Depok yang kehilangan penghasilan dan kesulitan bekerja, gengs. Bahkan, untuk pekerja harian pun, masyarakat Depok terancam kehilangan mata pencahariannya, gengs. Akibat terburuknya sih, banyak dari masyarakat tidak bisa makan dengan layak seperti biasanya. Hmm, kasihan ya, gengs.
Mengetahui keadaan warganya yang kelaparan, tentunya Pemerintah Kota Depok juga tidak akan tinggal diam. Mereka menyiasati kekurangan ini dengan memberikan bantuan sembako untuk setiap kepala keluarga. Yah, lumayan lah dari pada tidak ada pemasukan sama sekali.
Tapi, guys, ada yang aneh nih, gengs, terkait nominal bantuan kepada masyarakat. Lah, kok ini cuma Rp 225.000? Bukannya kucuran dana yang digelontorkan pemerintah pusat sudah ditetapkan sebesar Rp 600.000 ya? Rp 375.000 kemana ya, gengs?
Hadeuhhh, ayo dong, Pak. Kondisi seperti ini masa masih melakukan hal yang tidak berperikemanusiaan seperti ini? Hmmm.
Masalah kekurangan jumlah dana ini tidak hanya terjadi pada tingkat kota loh, guys. Ternyata, ada juga kasus sunat dana bantuan sosial (bansos) sampai Rp 25.000 pada tingkat RT di Kota Depok. Wah, gila sih ini. Gak main-main, cuy, sampai tingkatan bawah pun ikut-ikutan tidak menyalurkan dana bansos dengan baik.
Memangnya bapak-bapak ini sudah siap di hukum mati? Soalnya, kan KPK sudah menetapkan koruptor dana penanggulangan Covid-19 bakalan dihukum mati lho.
Wah, memang Depok ini menarik ya, gengs. Kasus persebaran Covid-19 pertama berasal dari Kota Depok. Apa kira-kira hukuman mati pertama juga bakal berawal dari Depok juga, cuy? Mungkin kita bisa mengetahui jawabannya ketika sudah melihat pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepati janjinya ya, cuy. Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.