“Agama mengajarkan pesan-pesan damai dan ekstremis memutarbalikannya” – Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden ke-4 Indonesia.
Cuy, kalian tahu dong pasti soal kedatangan salah satu orang penting dari negara adidaya dunia ke Indonesia? Yes, benar sekali, yaitu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Mike Pompeo. Ya, masa lawatan penting ini tidak tahu – apalagi para milenial pembaca PinterPolitik? Hehe.
Ternyata nih, pasca-kunjungan penting itu di Indonesia, Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Xiao Qian angkat bicara soal lawatan Pompeo ke Indonesia. Xiao Qian menuding Menlu AS itu melakukan serangan terhadap Tiongkok dan melakukan provokasi.
Bahkan, Xiao Qian menilai bahwa pernyataan keliru dari Pompeo menunjukkan intensi buruk dari AS. Hal itu dinilai justru memperlihatkan adanya masalah serius di internal AS. Weleh-weleh, apa benar begitu nih bahwa sedang ada gonjang-ganjing di internal negeri Paman Sam tersebut? Kalaupun memang benar, semoga saja cepat selesai lah ya.
Nah, yang lebih menarik nih, selain melakukan lawatan kenegaraan secara resmi, orang yang dipercayai Presiden Donald Trump dalam urusan luar negeri tersebut juga melakukan pertemuan dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia, gengs, yaitu Nahdlatul Ulama (NU).
Kalau boleh menilai, bisa saja nih Paman Pompeo cara pendekatannya – mendekati organisasi yang memang besar dan didengarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, yang lebih keren, by the way, kira-kira siapa nih yang menjadi jembatan kunjungan Paman Pompeo ke NU? Pasalnya, nggak mudah loh melobi perwakilan negara besar untuk melakukan sebuah pertemuan.
Setahu mimin, memang ada tokoh yang sangat lihai di internal Pengurus Besar NU (PBNU) terkait urusan luar negeri, yaitu Yahya Cholil Staquf. Kalau memang benar doi yang menjembatani, kita berikan applause dulu ya, sob, karena jelas ini kunjungan penting dan istimewa.
Namun, lebih jauh dari itu nih, gengs, kunjungan ini juga bakal membuat posisi NU semakin legitimate namun juga penuh kegamangan. Coba deh kalian bayangkan. Apa nggak bingung? Ibaratnya, NU saat ini diperebutkan dengan dua negara besar yang siap untuk ‘berperang’, gengs.
Ya, meski jika dalam hitung-hitungan politik ini sangat menguntungkan NU sebagai sebuah organisasi, ini juga perlu disikapi dengan hati-hati karena merupakan bagian dari politik tingkat tinggi. Nggak kaleng-kaleng, cuy, bahas dunia loh.
Kalau dilihat dan direnungkan, kok alur ceritanya seperti film Tenggelamnya Kapal Van der Wijk ya? Ketika Hayati sebenarnya sudah menjalin kasih dengan Zainuddin, hubungan mereka digoyah dengan kemunculan sosok pria tampan, gagah, rupawan dan bermartabat, yaitu Aziz.
Mimin harap sih NU tidak salah langkah seperti Hayati ya, cuy, yang menyesal karena salah ambil keputusan. Bila sekali salah langkah di politik tingkat global, bakal berabe dan bahaya. Apalagi, kondisinya saat ini bagaikan NU sedang terbelit cinta segitiga. Upsss.
Hmm, yang penting kita harap NU jangan sampai salah langkah karena kita peduli dengan kawan-kawan kita di NU dong. Hehe. (F46)