“Ambisi politik tentu wajar saja, selama pandai menginsyafi batasan etika” – Najwa Shihab, jurnalis asal Indonesia
Cuy, memang ya dalam masalah politik itu tidak ada suatu hal yang pasti. Ibaratnya nih, segala sesuatu tergantung pada situasi dan kondisi, alias flexible.
Soalnya, siapa yang sebelumnya jelas-jelas memberikan kritik tajam, bahkan layaknya seperti kartun Tom and Jerry yang tidak bisa akur, ternyata di masa depan bisa jadi teman yang malah saling memberikan dukungan dan saling back up, sobat.
Misal saja nih, mimin berikan contoh yang terbaru, yaitu sikap Partai Gelora. Kalian semua tentu sudah sangat mengetahui siapa saja orang penting di dalam partai Gelora. Ya, yang paling masyhur dan dikenal oleh berbagai kalangan baik muda maupun tua, ya siapa lagi kalau bukan Bung Fahri Hamzah. Hehehe.
Nah, meski sebelumnya ketika Bung Fahri masih menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sering mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi), ternyata partai yang dibesutnya kini mendukung penuh pencalonan putra dan menantu mantan Wali Kota Solo tersebut dalam Pilkada 2020, sob.
Melalui Ketua Umum (Ketum) Partai Gelora Anis Matta, Gelora menjelaskan apa alasan partainya mendukung menantu dan putra Jokowi. Menurut Pak Anis nih, majunya putra dan menantu Pak Jokowi itu bukan politik dinasti karena ya ini melalui sistem Pemilu. Kalau jabatannya diwariskan tanpa pemilihan langsung oleh rakyat, baru bisa disebut dinasti.
Bahkan, suara senada juga dikeluarkan oleh Bung Fahri Hamzah, gengs. Lebih-lebih, doi sampai berani menantang berdebat orang yang kontra terhadap sikap Partai Gelora yang mendukung Gibran dan Bobby.
Sampai-sampai, dia melontarkan pernyataan seperti ini, sobat, “Anda ngerti enggak sih arti dinasti sebagai konsepsi politik? Lalu, saya tanya lagi, Anda mengerti enggak oligarki sebagai konsepsi politik?”
Byuh-byuh, garang banget nih Pak Fahri dalam hal ini. Sabar, pak. Jangan menggebu-gebu. Ingat politik harus disikapi dengan kepala dingin.
Tapi kalau dipikir-pikir, apa yang dikatakan Bung Anies Matta dan Fahri ini ada benarnya juga loh. Fenomena Gibran dan Bobby ini secara konsep dan teori memang bukan termasuk dinasti politik. Lah wong Indonesia ini sistemnya demokrasi yang harus melalui sistem Pemilu.
Kalau jabatannya diwariskan tanpa pemilihan langsung oleh rakyat, baru bisa disebut dinasti. Bahkan, yang namanya politik dinasti itu ya mirip monarki dan langsung diturunkan ke garis keturunan. Sementara, ini kan melali proses politik yang belum tentu menang, juga belum tentu kalah.
Tapi by the way nih, Partai Gelora memang kelihatannya lihai dan pintar sekali ya berselancar di tengah keruhnya politik. Lumayan lah ya untuk menaikkan popularitas partai, Upsss.
Memang beda sih, kalau yang main itu politisi seperti Bung Fahri. Cara memanfaatkan momentum dan timing-nya itu keren banget lah pokoknya. Kalau kata orang Sunda, alus pisan. Hehehe.
Namun lebih jauh dari soal popularitas Partai Gelora nih, sikap lembutnya Bung Fahri ke Presiden Jokowi ini apa karena sebelumnya menerima penghargaan Bintang Mahaputera?
Soalnya, dahulu Bung Fahri ini kan layaknya singa yang suka mengaum ketika Presiden Jokowi membuat kebijakan aneh-aneh, ehh, sekarang kok mengeong. Eh, apa tetap mengaum ya – tapi ke yang mengkritik keluarga Pak Jokowi? Upsss. (F46)