Site icon PinterPolitik.com

Campur Aduk Kasus Novel Baswedan

Campur Aduk Kasus Novel Baswedan

Novel Baswedan berpose untuk sebuah wawancara pada Juli 2019 lalu. (Foto: Beritagar.id)

“Keadilan jadi barang sukar, ketika hukum hanya tegak pada yang bayar” – Najwa Shihab, jurnalis asal Indonesia


PinterPolitik.com

Barang kali, Final Liga Champions 2017 menjadi salah satu laga kasta tertinggi liga-liga Eropa yang menegangkan dan apik. Dalam laga yang mempertemukan antara Juventus vs Real Madrid itu, rata-rata penonton terbelalak pada aksi heroik Ronaldo.

Ya, namanya juga bintang, pasti silau dan bikin yang lain nggak kelihatan. Namun, menurut mimin, ada hal menarik di balik kenapa kok Juve – sebutan untuk Juventus – bisa kalah. Selain taktik yang buntu, ternyata ada faktor psikologis juga loh.

Diduga fokus permainan Juve buyar saat jeda babak pertama. Kabarnya di ruang ganti, Leonardo Bonucci beradu mulut dengan Paulo Dybala, sehingga, break yang seharusnya dipakai buat menyusun strategi, malah bikin tekanan batin.

Meski ditampik oleh sesepuh tim, Giorgio Chiellini, tetap saja cukup masuk akal sih kalau dilihat pada babak kedua, di mana Juve benar-benar dibuat ‘kucing-kucingan’ oleh pasukan Los Galacticos (julukan Real Madrid). Itu semua menurut mimin terjadi, akibat Leonardo Bonucci mencampur adukkan antara amarah dengan kondisi perang, cuy.

Dari cerita singkat itu, kelihatan banget kan kalau aksi campur aduk sering kali terjadi saat kondisi sudah mulai panik. Nggak cuma di lapangan hijau aja kok, di lapangan yang lain juga, termasuk lapangan pengadilan.

Pasalnya, itu kelihatan banget sih dalam laga persidangan kasus penyiraman yang dialami Novel Baswedan. For your information (FYI) aja nih, beberapa waktu lalu saat persidangan, salah satu pelaku penyiraman bernama Rahmat Kadir Mahulette melempar alasan di balik penyiramannya yang sangat mengagetkan banyak pihak, termasuk mimin.

Begini kata doi lewat kuasa hukumnya, “Saksi korban (Novel) mengorbankan anak buahnya, terlebih lagi saksi korban tidak punya jiwa ksatria sehingga tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya.”

Hadeuh, memang ya, gengs, kasus persidangan Novel Baswedan ini penuh dengan teka teki dan bikin banyak orang mumet. Ada pola saling lempar, oper-operan dan semacamnya. Mimin saja sampai pusing kalau mengikuti informasi dari kasus ini.

Kita sepakat lah, bahwa memang segala urusan hukum yang sudah dicampur adukkan dengan politik itu susah banget untuk diungkap. Kok diungkap, mengetahui aktor sebenarnya saja susahnya minta ampun. Beeh, ampun kalau sudah berhubungan dengan itu. apalah daya mimin ini sebagai warga biasa Republik Indonesia.

Kembali menanggapi tercampur aduknya antara kasus penyiraman yang menerima Novel ini, kalau kita amati secara saksama, memang alurnya seakan mau dibawa muter-muter ke arah kasus sarang burung walet yang sudah lama itu.

Bahkan nih, sampai-sampai salah satu oknum partai yang ada di lingkaran Istana sudah mulai berkicau.

Contohnya nih oknum dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) yang bernama Teddy Gusnaidi. Dalam akun Twitter-nya, doi menilai bahwa Novel ini terkesan menjadi seseorang yang ingin sekali mencari keadilan, tetapi tidak menginginkan keadilan muncul dari pihak lain.

Kurang lebih cuitan di akun Twitternya @TeddyGusnaidi seperti ini, “Novel menjadi korban penyiraman air keras, wajar jika menuntut keadilan. Begitupun korban penganiayaan kasus sarang burung wallet, wajar jika menuntut keadilan. Jangan dituduh rekayasa.. Hukum tidak bisa diatur sesuai selera anda, Novel Baswedan.” Melihat komentar ini lucu juga ya, bisa aja nih politisi PKPI satu ini.

Boleh lah Teddy jika mau bermanuver seperti itu – mengungkit kasus lama yang memang belum tuntas. Tapi mbok ya satu-satu, jangan dicampur adukkan seperti ini.

Selesaikan saja terlebih dahulu kasus penyiraman air keras ini, agar ending-nya jelas. Setelah baru kasus sarang burung wallet ini diangkat lagi. Kan lebih enak toh, biar nanti kesannya tidak tumpang tindih.

Kalau toh ternyata soal burung walet yang sudah terlanjur mencuat itu mau ditanggepin, ya silakan saja, asal berkas kasusnya lengkap lho ya. Jangan sebab mengemuka lantas jadi modal serangan. Ingat, kalau perkara sudah dikomentari politisi tandanya bisa jadi komoditi dan ada maksud lain. Upsss. (F46)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version