HomeCelotehBRIN Lakukan De-Habibie-nasi?

BRIN Lakukan De-Habibie-nasi?

Hilangnya nama Presiden ke-3 RI B.J. Habibie dari lini masa perkembangan riset dan teknologi Indonesia di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi polemik. Apakah benar tengah terjadi de-Habibie-nasi agar kontribusi Habibie dihilangkan?


PinterPolitik.com

“We got to be Tuco” – Jesse Pinkman, Breaking Bad (2008-2013)

Ada sebuah ungkapan (saying) yang bilang kalau tidak akan bisa ada dua raja dalam satu tempat. Jika pun ada, mereka akan bersaing untuk menjadi yang paling berkuasa atau menjadi yang paling dominan.

Contoh jelasnya adalah ketika Perang Dingin terjadi di akhir abad ke-20. Kala itu, bisa dibilang, ada dua negara yang menjadi “raja” di dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet

Dua negara ini akhirnya bersaing habis-habisan di banyak aspek kehidupan – mulai dari persenjataan nuklir sampai propaganda publik. Bahkan, persaingan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi juga terjadi melalui penelitian luar angkasa – misal dengan mendarat di bulan.

Well, persaingan inilah yang dijelaskan oleh Harold Laswell dalam bukunya Politics: Who Gets What, When, How. Persoalan siapa yang mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana ini juga yang akhirnya mendasari kompetisi dalam politik.

Nah, persaingan untuk menjadi raja di satu tempat ini juga ditunjukkan dalam serial Breaking Bad (2008-2013). Di musim pertama, Walter White – sang produsen metamfetamina (sabu) – dan rekannya, Jesse Pinkman, berdebat soal apa yang mereka lakukan setelah penguasa pasar sabu sebelumnya, Tuco Salamanca, tewas.

Jesse pun akhirnya memiliki ide bagaimana caranya agar mereka masih bisa menjual hasil produksinya. Gimana tuh caranya? Jawabannya adalah dengan menjadi “Tuco” yang baru. Mungkin, bisa dibilang, cara ini adalah de-Tuco-nisasi. Hehe.

BRIN Sedang Digoyang

Nah, cara gini disebut-sebut sedang terjadi di dunia pengembangan riset dan teknologi Indonesia. Se-enggak-nya, asumsi inilah yang diyakini oleh anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, yang juga merupakan mantan peneliti di Badan Tenaga Nuklir Indonesia (BATAN).

Baca juga :  Tak Ada Megawati, Hanya Jokowi

Menurutnya, kabar soal minimnya penampakan sosok B.J. Habibie di linimasa riset dan teknologi Indonesia di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah bentuk de-Habibie-nasi. Soalnya nih, nama Habibie – yang kemudian akhirnya menjadi Presiden ke-3 RI – adalah nama dari sosok kontributor besar atas perkembangan riset dan teknologi.

Katanya sih, fotonya Pak Habibie tetap ada tetapi berukuran kecil dan merupakan foto beliau ketika masih muda. Tidak semua orang bisa langsung menebak kalau sosok itu adalah Pak Habibie.

Namun, persoalan de-Habibie-nasi ini tidak hanya ada pada foto beliau saja, melainkan juga terkait politik anggaran dan prioritas penelitian. Hal inilah yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman.

Kata Pak Maman nih, riset dan teknologi Indonesia semakin berubah setelah semua lembaga penelitian dilebur ke dalam BRIN. Di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dulu, misalnya, banyak penelitian dilakukan di hilir sehingga terlihat hasilnya.

Padahal, anggaran di BRIN disebut besar, yakni hingga Rp6,3 triliun. Namun, ternyata, banyak anggaran itu justru habis di keperluan operasional kantor.

Ya, mungkin, bila benar ada de-Habibie-nasi, sosok yang ingin menjadi “Tuco” adalah Ketua BRIN Laksana Tri Handoko. Hmm, atau, mungkin malah Ketua Dewan Pengarah BRIN Megawati Soekarnoputri? Who knows? (A43)


spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?