HomeCelotehBPIP Bikin Ngerasa Déjà Vu?

BPIP Bikin Ngerasa Déjà Vu?

“Déjà vu, I’ve been through it with you” – Pouya, penyanyi rap asal Amerika Serikat


PinterPolitik.com

Beberapa bulan lalu, media kembali diisi oleh aksi dan ucapan unik dari beberapa pejabat. Salah satunya muncul dari Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi.

Kala itu, Pak Yudian ini sempat beberapa kali melontarkan pernyataan yang kontroversial. Soal usulan Salam Pancasila misalnya, menuai banyak pertanyaan dan kritik dari elemen-elemen masyarakat.

Nah, baru-baru ini, BPIP ngerespons lagi tuh terkait topik terbaru di masyarakat. Salah satu kabar yang mengundang perhatian BPIP adalah jawaban Kalista Iskandar – finalis Putri Indonesia 2020 dari Sumatera Barat – ketika Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) menanyakan soal sila-sila Pancasila.

Kala itu, Kalista dianggap gagal memberikan jawaban yang benar tuh. Sontak, BPIP merasa perlu membantu tuh. Hmm, kalau soal Pancasila, BPIP sepertinya mungkin kerap merasa sensitif ya.

Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo akhirnya punya ide tuh buat mengatasi persoalan tidak hapal Pancasila. Kata beliau, upacara bendera setiap Senin perlu digalakan kembali sehingga dapat membuat siswa secara otomatis hapal.

Selain itu, Romo Benny juga ngusulin tuh supaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), serta Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan begitu, pendidikan moral Pancasila dapat diajarkan kembali.

Hmm, kok jadi mirip-mirip dengan pengalaman masa lalu ya? Apakah ini merupakan sebuah déjà vu – perasaan mengingat kembali?

Oh iya, akhinya teringat juga nih. Bukannya upacara dan pendidikan seperti itu pernah dilakukan ya pada era Orde Baru (Orba)? Kalau nggak salah, pada era itu, pemerintahan Soeharto disebut-sebut melakukan indoktrinasi nilai-nilai tersebut terhadap masyarakat.

Romo Benny juga ngaku sendiri lho kalau upacara bendera itu identik dengan Orba. Lha, kalau identik dengan Orba, bukannya malah nggak sejalan ya sama instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi)?

Kan, beberapa waktu lalu, BPIP udah mau ngikutin instruksi Pak Presiden buat bikin TikTok, lagu ambyar, dan akun media sosial lainnya. Masa iya mau balik lagi pakai upacara dan pendidikan moral?

Wah, bukannya ini malah ngebikin citra pemerintah jadi makin kontroversial ya? Apalagi, beberapa kali, pemerintahan Jokowi disebut-sebut semakin mirip pemerintahan Orba.

Hmm, lagi pula, nggak semua orang ngerasa senang kok dengan pengalaman masa lalu? Apalagi, kalau masa lalu tersebut dinilai terlalu “membelenggu”. Hehe. (A43)

View this post on Instagram

Angka kekerasan terhadap #perempuan terus meningkat setiap tahun, baik itu kekerasan fisik maupun kekerasan seksual. Saat ini Indonesia bahkan telah ada dalam kondisi darurat kekerasan seksual menurut laporan dari #KomnasPerempuan. Nyatanya, ada persoalan ketidakseimbangan relasi kuasa antara perempuan dan laki-laki di #Indonesia yang menjadi salah satu akar persoalan ini. Ini juga terjadi akibat budaya dominasi laki-laki yang sangat kuat. ⠀ ⠀ Temukan selengkapnya di Talk Show: “Dominasi dan Legacy Male Power terhadap Wanita Indonesia, Kenapa? Dari Mana? Masih Perlu?”⠀ ⠀ Tiket dapat dibeli di: http://bit.ly/TalkShowPinterPolitik ⠀ #infografik #infografis #politik #politikindonesia #pinterpolitik #EventPinterPolitik #TalkShowPinterPolitik #komnasperempuan #rockygerung

A post shared by PinterPolitik.com (@pinterpolitik) on

► Ingin lihat video-video menarik? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?