“Satu-satunya anggaran yang baik adalah anggaran yang berimbang” – Adam Smith, ekonom asal Inggris
Ada yang bocor tapi bukan atap rumah nih, gengs. Kira-kira, apa hayo? Hadeh, ngapain sih mimin pakai tebak-tebakan? Wong ya kalian juga sudah pada tahu kok. Apalagi, ini konteksnya politik dan pemerintahan.
Lagian, emang ada jawaban lain selain kebocoran yang merujuk pada soal anggaran? Yaps, kali ini, “atap rumah” pemerintahan kita kembali mengalami kebocoran anggaran, cuy. Lagi, lagi, dan lagi. Perasaan dari dulu kok ya terus berulang.
Nggak ada kemajuan sistem monitoring yang ketje buat menyumpal parahnya kebocoran itu. Bagaimana nggak parah, cuy? Kebocoran ini nggak cuma berada di satu titik, melainkan sudah menguasai hampir seluruh atap keuangan kita – mulai dari yang disebabkan oleh penggerogotan secara sengaja oleh pejabat yang nggak amanah, sampai soal yang paling smooth tapi dampaknya luar biasa yakni efisiensi anggaran.
Nah, masalah yang belakang itu paling susah buat disadari karena orang Indonesia ini kan terkenal ‘kagetan’ sama sesuatu yang bombastis. Padahal, kebocoran anggaran sebab tidak efisien menggunakan uang negara merupakan perkara samar tetapi, kalau nggak segera disumpal, bisa-bisa jebol keuangan kita lho.
Ini kan mirip kayak pencuri yang melakukan aksinya di toko emas. Kalian tahu kan pasti rata-rata pemilik toko bakalan fokus pada pencuri-pencuri yang memang aksinya kentara? Makanya dikasih CCTV dan lain sebagainya.
Namun, sekarang coba diamati, berapa banyak para penjual yang sadar bahwa pencuri di tokonya nggak hanya berasal dari pencuri ‘orang luar’ dengan aksi ‘kentara’ tersebut? Padahal, pegawai yang nggak mengurangi satu laporan transaksi atau menilap uang kembalian juga termasuk pencuri kan?
Dan, justru apa yang disebut terakhir sudah jelas membuat toko dalam lubang kehancuran paling nyata. Sebab, di mana-mana, bergerak dalam senyap lebih berbahaya lho, cuy – kayak Robin Hood gitu deh.
Nah, kekhawatiran mimin tuh kelihatan banget kok pada penjelasan yang disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu yang bilang, “Tidak sedikit pengeluaran pemerintah yang tidak efisien, banyak bocor, tidak perlu, yang tidak hasilkan nilai tambah besar.”
Ini mah parah menurut mimin, cuy, karena pasti menyangkut pada soal seperti perjalanan dinas, dan lain-lain. Parahnya tuh bukan hanya pada anggaran yang hilang sia-sia, tetapi rata-rata sangat sedikit pihak yang sadar akan bahaya ‘jalan-jalan yang nggak jelas’ itu lho.
Kalau memang sudah tahu begini, gimana nih Ibu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani? Di mana Inspektorat Jenderal (Itjen) yang mempunyai fungsi sebagai pengawas di kementerian? Bisa loh Ibu Menkeu ini memanggil Itjen dan membahas ini secara mendalam.
Kalau memang dirasa tidak mampu sendirian, ya bisa juga menggandeng rekan dari luar kementerian – misal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan membuat laporan. Lagian, baik Kemenkeu dan KPK kan juga terikat oleh norma hukum soal penyelamatan anggaran sih. Hmm. (F46)