“Ada menteri yang tidak dapat bekerja di saat bencana, atau hanya didesain pada saat normal saja, sedangkan pada saat bencana ia tidak bisa bekerja, bahkan hanya banyak bicara tanpa disertai dengan kerja nyata”. – Saiful Anam, pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta
PinterPolitik.com
Entah angin apa yang sedang berkecamuk, wacana reshuffle kabinet Presiden Jokowi berhembus kuat di tengah wabah Covid-19. Wacana-wacana kayak gini emang selalu ada yang ngompor-ngomporin sih biasanya.
Apalagi, reshuffle kabinet itu cukup identik dengan guncangan situasi politik nasional. Soalnya, presiden pasti harus mengatur ulang susunan kekuatan dan menyusun strategi untuk melobi semua partai politik yang menjadi bagian dari koalisi.
Jika ada partai yang nggak suka menterinya dicopot, pasti akan ada gejolak. Begitupun dengan partai-partai yang merasa layak untuk mendapatkan posisi spesifik tertentu.
Nah, setelah kuat berhembus, beberapa partai pun memberikan tanggapan. Salah satunya adalah partai utama pemerintah, PDIP. Partai banteng itu secara tegas tak setuju dengan usulan soal reshuffle – yang awalnya salah satunya memang dihembuskan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) – karena dianggap bukan momen yang tepat di saat pandemi seperti ini.
Berani nggak nih Pak @jokowi mencopot menteri-menteri yang lambat kerjanya selama #COVID19? Siapa nih yang paling pertama harus dicopot? #pinterpolitik #infografis #politik https://t.co/s0Di8sg2f2 pic.twitter.com/K29R4bBl4M
— Pinterpolitik.com (@pinterpolitik) May 28, 2020
Hmm, kalau kata PSI sih menteri-menteri yang kayak “siput” alias kerjanya lambat yang harus segera diganti dari kabinet. Tapi sebetulnya banyak juga sih menteri yang kontroversial di pemerintahan Pak Jokowi.
Yang suka melucu tapi leluconnya malah jadi bumerang karena dituduh seksis kayak Pak Mahfud MD, atau Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dari awal kayak nganggap remeh Covid-19.
Dari PDIP sendiri, sebetulnya ada 2 menteri yang cukup disorot belakangan ini. Yang pertama adalah Menteri Sosial Juliari P. Batubara dan yang kedua adalah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Mensos misalnya, dinilai tak begitu paham sama krisis yang sedang dihadapi saat ini. Kebijakan-kebijakannya juga jadi serba tanggung dan tumpang tindih. Contohnya itu yang diprotes sama Bupati Boltim, Sehan Salim Landjar terkait pemberian bantuan sosial yang melibatkan dana desa, dana pemerintah pusat dan dana pemerintah daerah yang terkesan nggak saling klop perencanaannya.
Doi sampai bilang “banyak yang jadi menteri cuma aji mumpung”. Duh, ngeri kali kata-katanya pak.
Sementara Menkumham Yasonna nggak usah diragukan lagi lah kiprah kontroversialnya ya. Uppps. Mulai dari kebijakan pembebasan tahanan dengan alasan mencegah penyebaran Covid-19 di penjara, hingga yang terbaru soal pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja alias Omnibus Law dan RKUHP yang kembali dilakukan oleh pemerintah dan DPR.
Nah, masalahnya, Pak Jokowi berani nggak nih copot-copotin menteri dari PDIP? Bukannya gimana-gimana ya, hubungan Jokowi dan PDIP beberapa waktu terakhir kan cukup “meninggi” tuh, terutama terkait kritik yang disampaikan terhadap keputusan pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS. PDIP kan cukup vokal ngritik kebijakan itu.
Jawabannya sih sebenarnya udah pasti. Nggak berani. Uppps. Hehehe. Soalnya selain situasi sekarang nggak memungkinkan untuk adanya guncangan politik, risikonya terlalu besar buat berantem sama PDIP.
Asalkan nih pak, yang penting kalau menterinya salah tetap harus ditegur loh ya. Jangan takut. Apalagi takut sama yang di belakangnya. Uppps. Bapak kan di belakangnya rakyat. Jadi harusnya lebih berani, iya nggak? Hehehe. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.