“They say the shoe can always fit, no matter whose foot it’s on. These days feel like I’m squeezin’ in ‘em. Whoever wore ‘em before just wasn’t thinkin’ big enough. I’m ‘bout to leave ‘em with ‘em” – Drake, penyanyi rap asal Kanada
PinterPolitik.com
Perang tentang ekspor lobster kembali berdengung. Setelah pada Desember 2019 mereda, kini tarik-menarik urusan lobster kembali mengemuka. Alasannya sudah pasti ya, gengs, yakni pandangan tentang ekspor lobster yang berbeda antara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pujiastuti dan Menteri KP Edhy Prabowo.
Mengamati dua tokoh itu kok jadi ingat sama cerita di Game of Thrones, ya. Di situ ada plot saat Lady Brienne dari Tarth bertarung melawan The Hound yang terkenal ganasnya. Mereka berdua bertarung hanya untuk memperebutkan hak asuh atas anak Klan Stark, Arya si cantik mungil.
Pertarungan yang terjadi di bukit terjal itu sangat sengit. Hingga pada akhirnya Lady Brienne berhasil mengalahkan Hound – meski Hound ternyata masih hidup. Apa yang menarik sebenarnya adalah sosok Arya sebagai properti atau sumber daya yang diperebutkan.
Kalau misal ditarik ke pertarungan prinsipiil antara Ibu Susi dan Pak Edhy, agak mirip kan, gengs? Ya, cuman harus tukaran peran saja sih. Hound gambaran dari Bu Susi sedangkn Brienne manifestasi dari Pak Edhy yang berhasil mendapat hak penuh mengurus ekspor lobster.
Andai Bu Susi tetap di Menteri Kelautan, mungkin ceritanya pasti berbeda. Lagian, ini soal siapa yang duduk di kursi pemerintahan, bukan tentang siapa yang benar-benar kesatria, kan?
Oke, lanjut ya, cuy. Lobster sebagai komoditi menjadi pelik di era Bu Susi, sebab menteri yang terkenal dengan kata “tenggelamkan” ini tidak menghendaki akan adanya ekspor lobster secara serampangan dan terbuka.
Makanya dengan nada geram, kemarin Desember 2019, Bu Susi sempat julid ke Pak Edhy begini, “Apakah benar yakin untuk ekspor benih lobster? Apakah aspirasi seluruh masyarakat nelayan yang benar nelayan sudah di dengar?” Sindiran yang bikin otak berputar cepat itu menyusul keinginan – dan sekarang sudah terwujudkan – Pak Edhy untuk membuka akses ekspor lobster.
Yah, namanya juga kekuasaan, siapa yang memegangnya secara otomatis pasti memenangkan apa saja. Walhasil, peraturan yang diterbitkan Bu Susi dalam Permen KP No. 56 Tahun 2016 pun dicabut dan diganti oleh Permen KP No. 12 Tahun 2020.
Banyak sih yang diubah. Salah satunya ya soal budidaya lobster, di mana kalau Bu Susi tetap fokus budidaya agar ketersediaannya terjamin sedangkan Pak Edhy menyetujui ekspor asal si eksportir sudah menjalankan budidaya yang benar.
Alasan doi masuk akal sih, begini, “Kami mendorong keberlanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Keduanya harus sejalan. Tidak bisa hanya keberlanjutan saja tapi nelayan kehilangan penghasilan, tidak bisa juga menangkap saja tanpa mempertimbangkan potensi yang dimiliki.”
Nah, titiknya di situ tuh, yakni balancing antara ekonomi dan lingkungan. Coba dipikir. Andai kalian punya bisnis nasi uduk nih, apa cuma kalian jual di daerah yang pendapatannya segitu saja? Atau berani buka warung di daerah lain dengan pendapatan yang lumayan? Lagian mau dijual di mana saja, skill membuat nasi uduk kalian kan gak bakal ilang, toh? Begitu analoginya.
Mimin gak tau, ya, apakah dalam dunia riil saat dulu Bu Susi menghendaki fokus budidaya mendapat pertentangan dari pakar ekonomi dan pegiat usaha atau tidak. Sebab, kalau dalam dunia maya kok seakan kebijakannya Bu Susi ini perfecto banget.
Apakah ini berkat keahlian dan kelihaian untuk mem-blow up citra Bu Susi? Entahlah, fokus kebijakan menteri baru saja deh. Kini keputusan telah berada di tangan Pak Edhy. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.