“Prove you wrong you must stay strong. Swallow the poison and put you to shame” – ANVIL, “Eat Your Words”
PinterPolitik.com
Pernah lihat film yang menampilkan plot ketika seorang bos memarahi karyawan sebab si karyawan dianggap ngelanggarsuatu peraturan padahal si bos sendiri yang membuat dan melanggar peraturannya gak, gengs? Biasanya, bos yang kayak gitu kemungkinan sedang mengalami satu di antara dua hal. Kalau gak tertekan, ya berarti sedang tidak sadarkan diri saat membuat peraturan.
Kategori pertama bisa kalian tonton pada dalam film Spider-Man saat Jameson yang jadi bosnya Peter Parker kerap melanggar keputusan yang ia buat sendiri sebab tekanan bisnis – tapi lucu juga kalau ingat bos cerewet ini. Kategori kedua, kalian bisa lihat pada relasi bos Varrick dan si anak buah Zhu Li – meski akhirnya mereka berdua menikah – di serial Avatar Korra. Dan, ada masih banyak lagi lah film yang membahas itu.
Mimin jadi ingat falsafah Jawa berbunyi mulat sarira dan ngiloa githokmu dewe yang punya arti singkatnya “introspeksi diri” atau bahasa edisi Ramadan ya muhasabah (mawas diri). Meski asal bahasanya berasal dari Jawa, tapi kandungan falsafah ini pastinya ada di setiap suku, misal di Bugis ada kalimat heroik berbunyi, “Siri’ Na Pacce,” yang berarti menjunjung tinggi budaya rasa malu.
Nah, dari situ jelas ya, kalau di Indonesia ini seharusnya orang kudu pintar memahami diri sendiri dahulu sebelum nembak sana-sini, cuy, termasuk ya jangan lupa sama omongan yang sudah pernah diputuskan. Apalagi kalau omongan ini munculnya dari pemimpin, bisa gak dipercaya sama publik deh. Mencla-mencle disebutnya.
Ya ini buat pelajaran saja sih untuk kita semua, terlebih bagi Gubernur Jawa Timur yang sedang dapat sorotan. Pasalnya, Bu Khofifah Indar Parawansa ini mengkritik habis-habisan kerja Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara terkait data penerima bantuan sosial (Bansos). Sebagaimana kita maklumi, Indonesia ini dalam urusan berbagi memang banyak debatnya daripada geraknya.
Kejadiannya nyata terlihat saat Bu Khofifah menilai bahwa Mensos masih keliru sebab berpatok pada DTKS hasil verifikasi 2015 lalu. Tapi, sebenarnya, Pak Juliari ini gak bilang berpatok pada DTKS seluruhnya sih.
Justru, dia mengaku kalau sudah pasrah ke Pemerintah Daerah (Pemda) saja. Nah, ini gimana? Kok pada lempar-lemparan? Mana yang benar? Ya sudahlah, urusan elite. Namun, daripada kisruh data, mending ikut saja nasihat dari Bupati Trenggalek yang bilang, “Kalau kita menunggu data-data terus sampai sempurna ya bantuannya nggak turun-turun.”
Jadi mending, antar kedua tokoh ini mbokyo yang mesra dalam mengurus data dan menyalurkan bantuan. Lagian data DTKS ini juga Bu Khofifah yang membuat, kan? Sementara, terakhir diverifikasi tahun 2015.
Adapun, Pak Juliari menjadi Mensos ya baru beberapa bulan ini. Kok ya ketika jadi Mensos, Bu Khofifah tidak memperbaharuinya setiap tahun saja begitu? Kan, agar bisa dimanfaatkan terus gitu. Terus, kalau seperti sekarang siapa yang harus disalahkan? Hmmm.
Nah, dalam kondisi seperti ini, kan lebih enak jika Bu Khofifah dan Pak Juliari bisa saling verifikasi data tuh. Budaya rembukan ini penting, biar tidak sampai ambunen sikutmu dhewe (tidak bisa introspeksi diri). Sekaligus, publik ini banggakalau bisa lihat senior-junior akur. Upsss, hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.