HomeCelotehBalas Budi Ahok untuk Megawati

Balas Budi Ahok untuk Megawati

Dalam perayaan Tahun Baru Imlek secara virtual, Komisaris Utama (Komut) Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok bercerita soal peran Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pilihan-pilihan politiknya di masa lampau.


PinterPolitik.com

Hayo, siapa yang masih ingat dengan mata pelajaran sejarah di bangku sekolah dulu? Kalau ingat, pasti tahu dong soal sejarah Politik Balas Budi (Ethische Politiek) di era Hindia Belanda dulu.

Nah, Politik Balas Budi ini sebenarnya sebuah kebijakan yang diberikan oleh pemerintah Belanda lho, yakni dengan memberikan pendidikan pada sebagian masyarakat pribumi setelah selama bertahun-tahun mengalami politik tanam paksa.

Terlepas dari masa lampau yang suram tersebut, pemerintah Belanda yang kala itu terinsiprasi oleh pengacara liberal bernama Conrad Theodor van Deventer ingin membalas budi warga pribumi Indonesia. Maka dari itu, Ratu Wilhelmina pada tahun 1901 mengumumkan bahwa kerajaannya mengadopsi kebijakan tersebut.

Nah, meski politik balas budi ala Belanda ini telah lama terjadi di masa lampau, politik serupa tampaknya juga tengah terjadi nih di masa sekarang. Politik ini pun juga terjadi di Indonesia di masa kontemporer.

Lhagimana nggak? Rasa ingin balas budi ini terlihat dari seorang mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok kala perayaan Tahun Baru Imlek beberapa waktu lalu. Dalam perayaan yang dihadiri secara virtual itu, Pak Ahok cerita tuh gimana dirinya dulu akhirnya memutuskan untuk memilih bergabung dengan PDIP.

Kata beliau sih, ada sosok kunci yang akhirnya membuat Pak Ahok kesemsem dengan PDIP, yakni Ketua Umum (Ketum) Megawati Soekarnoputri. Wah wahnggak salah lagi sihWong semua orang tahu kok kalau Bu Mega itu emang figur paling penting di partai berlambang kepala banteng tersebut. Hehe.

Baca Juga: Ahok & Rizieq Tak Senasib?

Baca juga :  PDIP and the Chocolate Party
Raffi Ahmad Agnez Mo di Pilgub DKI

Tapi, menariknya, Pak Ahok juga bercerita lho gimana Bu Mega dulu tetap mau mendukung dan mengusung beliau ketika berbagai pihak yang lain tidak ada lagi yang mau dengannya. Kalau kata Komut Pertamina itu sih, Bu Mega itu menilai seseorang dari kinerjanya lho – khususnya kinerja Pak Ahok selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dulu.

Eits, sebentar. Bukannya dulu Pak Ahok juga punya “teman” ya sebelum bergabung dengan PDIP? Seingat mimin sih, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut punya sebuah kelompok relawan yang menamakan diri mereka sebagai Teman Ahok. Hmm.

Selain itu, Pak Ahok dulu juga sering lho didukung sama partai yang mengklaim diri mereka sebagai partainya anak muda, yakni PSI. Bukan rahasia umum lagi kalau Mbak Grace Natalie dan kawan-kawan dulu merupakan partai yang paling aktif mendukung dan memuji kinerja Pak Ahok.

Waduh, lantas, kok jadi cuma Bu Mega dan PDIP ya yang diingat oleh Pak Ahok? Apa ini merupakan bentuk “balas budi” yang baru nih – alias politik praktis aja? Komut Pertamina itu pernah bilang lho kalau partai baru itu cuma menang ngomong gedhe doang. Waduh.

Ya, terlepas dari kemungkinan politik balas budi ala Ahok ini, mungkin mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut punya perhitungan politik tertentu. Soalnya, dengar-dengar, Pak Ahok masuk bursa Pilgub DKI Jakarta lagi nihUpss. (A43)

Baca Juga: Jadi Mensos, Risma ‘Kalahkan’ Ahok?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?