Seloroh tentang tukang bakso yang dilontarkan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, rupanya tidak selesai bersamaan dengan ditutupnya Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP. Bahkan tukang bakso dianggap tiba-tiba masuk menjadi episentrum narasi politik. Tapi ini tukang bakso beneran loh, bukan tukang bakso yang sering bawa handy talky alias HT. Upss.
Tukang bakso akhir-akhir ini menjadi tema perbincangan yang trending di berbagai platform sosial media. Atensi warganet muncul karena reaksi atas pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang dinilai merendahkan tukang bakso.
Saat berpidato di Rakernas PDIP, Megawati berkelakar bahwa dirinya telah menasihati semua anaknya agar tidak memilih pasangan seperti tukang bakso. Sontak pernyataan ini mendapat reaksi yang beragam dari warganet, salah satunya respon yang bernada satir.
Respon satir yang cukup menarik perhatian diperlihatkan oleh pemilik akun tiktok @aris_wikwik. Dalam sebuah video singkat, ia mengungkapkan bahwa tukang bakso pun belum tentu mau menikahi anak-anak dari Megawati. Upss, satir apa nyindir nih? Hmm.
Sedikit memberikan konteks, sebenarnya pernyataan-pernyataan Megawati belakangan ini sering dianggap menimbulkan kontroversi. Sebelumnya, masih segar dalam ingatan kita tentang saran Megawati agar masyarakat Indonesia merebus dan juga mengukus makanan, sebagai solusi dari kelangkaan minyak goreng yang sedang dihadapi.
Meskipun pernyataan kontroversi dianggap lebih cepat menarik perhatian, tapi sentimen negatif terhadap peristiwa yang sifatnya kontroversial, mampu mereduksi substansi pesan yang ingin disampaikan. Dalam konteks politik, hal ini akan berimplikasi terhadap likeability (tingkat kesukaan) masyarakat terhadap aktor politik maupun partainya.
Mungkin ini mirip dengan yang pernah dilakukan oleh Ruhut Sitompul saat masih menjadi kader Partai Demokrat. Kala itu, Ruhut sering mengeluarkan ucapan yang menjadi kontroversi di ruang publik, dan mendapat respon negatif dari masyarakat.
Menilai pernyataan Ruhut turut andil terhadap kemerosotan elektabilitas partai, pada tahun 2016 Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lalu mencopot Ruhut dari posisinya sebagai juru bicara partai.
Ahmad Khoirul Umam Pengamat politik dari Universitas Paramadina, mengatakan bahwa gurauan Megawati soal tukang bakso dapat berimbas terhadap turunnya elektabilitas PDIP. Apalagi, Partai Banteng ini mempunyai jargon “partainya wong cilik”.
Yap, kesan paradoksal pasti akan muncul jika menghadapkan kata-kata Megawati tentang tukang bakso dengan status PDIP sebagai partai wong cilik. Alih-alih menjadi partai wong cilik, malah pernyataan itu terkesan bias terhadap kelas sosial karena bisa saja dianggap merendahkan wong cilik.
Terlepas dari penafsiran itu, secara bersamaan tukang bakso seolah menjadi komoditas politik di tempat lain. Ini yang dipertontonkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengundang pedagang bakso dalam acara Malam Ramah Tamah Jakarta E-Prix 2022 di Balai Kota DKI Jakarta.
Apa yang dilakukan Anies seolah berkelindan dengan peristiwa sebelumnya yang juga melibatkan tukang bakso. Tidak berlebihan jika mengatakan ini sebagai politik tukang bakso alias politik yang bermula dari ungkapan komedi kemudian ditafsirkan menjadi tragedi.
Dalam istilah anak muda zaman sekarang, komedi semacam ini dapat dianggap sebagai bagian dari dark jokes. Layaknya realitas politik, dark jokes menggambarkan sebuah lelucon yang sengaja diciptakan untuk menabrakkan komedi dan tragedi berdasarkan sebuah realitas.
Konsep ini mirip loh dengan penggambaran Joker, karakter antagonis di film Batman. Kecerdasan Joker dalam menyampaikan dark jokes, mampu mengubah paradigma masyarakat tentang kekacauan dan teror, yang tidak lagi ditafsirkan sebagai kejahatan, melainkan gerakan protes terhadap kesenjangan sosial.
Hmm, jika Joker mampu mengubah paradigma masyarakat melalui dark jokes, maka Ibu Mega mungkin lebih dahsyat karena mampu membuat dark jokes tukang bakso diolah menjadi komoditas politik yang juga digunakan di Balaikota. Hehehe. (I76)