HomeCelotehAral Mahfud Tuntaskan Pelanggaran HAM

Aral Mahfud Tuntaskan Pelanggaran HAM

“Now I just wanna know. Don’t you sugarcoat. I’ll say it all if you want. Now could you tell me like it is?” – 6LACK, penyanyi rap asal Amerika Serikat


PinterPolitik.com

Memori sering kali menjadi momok yang menghantui kehidupan masa kini. Kenangan-kenangan, baik yang indah maupun yang buruk, bukan tidak mungkin akan kembali membayangi pikiran kita.

Bayang-bayang masa lampau seperti inilah yang mungkin selalu mengikuti jejak pemerintah. Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 2019 lalu misalnya, kembali mengingatkan masyarakat atas memori akan berbagai pelanggaran HAM di masa lalu.

Pasalnya, dari dekade ke dekade, tahun ke tahun, presiden ke presiden, penuntasan pelanggaran-pelanggaran tersebut selalu terwariskan tanpa penyelesaian pasti. Presiden Joko Widodo (Jokowi) misalnya, pernah berjanji akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dalam visi Nawacita miliknya – yakni melalui upaya rekonsiliasi.

Namun, tampaknya, upaya-upaya itu masih terhambat berbagai aral. Sampai-sampai, janji beliau ini masih ditagih-tagih nih hingga sekarang.

Nah, momen peringatan Hari HAM Sedunia beberapa waktu lalu bisa jadi momen yang tepat nih buat menagih janji tersebut. Kan, tim sukses Jokowi beberapa bulan lalu juga yakin kalau periode kedua ini bakal berjalan tanpa beban politik, termasuk soal upaya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

Angin segar penyelesaian berbagai pelanggaran itu ini datang dari Menko Polhukam Mahfud MD nih. Beliau bilang kalau pemerintah kini tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) guna membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang bakal mengungkap fakta-fakta pelanggaran HAM masa lampau tanpa proses yudisial.

Wah, akhirnya nih, semoga saja KKR ini segera terwujud agar janji-janji yang sudah lama tidak ditepati itu akan menjadi kenyataan. Hmm, tapi beneran bakal berjalan tanpa beban nggak ya?

Ini nih yang harus jadi perhatian pemerintah. Kalau kata Pak Mahfud, tantangannya adalah bukti dan saksi yang dibutuhkan sekarang sudah minim, khususnya kasus penembakan misterius (petrus) di tahun 1980-an – dari korban, saksi, hingga pelakunya.

Waduh, kayaknya, penyelesaian-penyelesaian pelanggaran HAM ini memang susah dilakuin ya. Hmm, mungkin, penuntasan kasus-kasus itu susahnya seperti bermain gim-gim – seperti The Impossible Game – yang susah ditamatkan ya.

Kalau kata Dandhy Laksono, tantangan semacam ini sering kali jadi alasan di balik susahnya pengungkapan pelanggaran HAM. Hmm, kasus Munir misalnya nih, bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh tim pencari fakta (TPF) dikabarkan hilang. Selain itu, ada juga kasus Novel Baswedan yang informasi penganiayanya “masih gelap”.

Wah, kok agak-agak mirip ya? Ujung-ujungnya, bukti dan fakta yang minim kerap kali menjadi “tantangan” nih sepertinya. Waduh.

Ya, seenggaknya, kita masih berharap nih janjinya Pak Mahfud buat meneruskan upaya ini tidak hanya berujung pada alasan-alasan serupa. Semoga saja nanti pengumpulan fakta di bawah Pak Mahfud nanti bakal dipermudah – asal nggak hilang lagi aja. Hehe. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  Prabowo and The Nation of Conglomerates
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?