“Dan kini tiba saatnya, bahagia datang padanya. Semua saling mencinta di kedamaian yang ada,” – Ajie Bandy, Damai Tapi Gersang
PinterPolitik.com
Belakangan ini, di dunia sedang digaungkan sebuah istilah bernama hot peace untuk menggambarkan kondisi global selama beberapa waktu terakhir. Ada sebuah buku misalnya yang menyebutkan hal tersebut yaitu From Cold War to Hot Peace: An American Ambassador in Putin’s Russia yang ditulis oleh Michael McFaul.
Kata-kata hot peace kemudian masuk ke dalam tajuk acara Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2019, di Jakarta, Sabtu (30/11/2019). Gelaran tersebut tahun ini mengangkat tema “Cooling Off The Hot Peace: Strategic Opportunities and Economic Remedies for a Distressful World”.
Memangnya hot peace sendiri itu apa? Bagaimana bisa ada peace atau perdamaian yang hot atau panas? Apakah ada hubungannya dengan lagu milik Ajie Bandy berjudul Damai Tapi Gersang? Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang jadi penyelenggara acara ini, Dino Patti Djalal punya jawabannya.
“Hot peace itu adalah situasi damai, tapi damainya itu gak enak dalam arti damainya itu diwarnai oleh rivalitas, persaingan yang tidak sehat, rendahnya rasa percaya, curigaan yang luar biasa, dan lain sebagainya,” kata Pak Dino.
Kalau kata Pak Dino, sekarang ini dunia tengah mengalami hot peace antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, Jepang, Tiongkok, dan Eropa. Jadi, sekarang ini dunia tidak lagi menghadapi perang dingin, tetapi sedang dilanda oleh hot peace.
Lalu mengapa hal ini bisa terjadi? Menurut Pak Dino persaingan jadi alasan dari fenomena tersebut. “Karena persaingan dan ketegangan yang sangat tinggi,” begitu kata Duta Besar Indonesia untuk AS 2010-2013 tersebut.
Lebih jauh, fenomena ini sendiri sepertinya sudah mulai disadari oleh banyak orang yang mengamati isu-isu global. Kalau menurut Pak Dino, adalah suatu hal yang baik masyarakat sudah mulai mengetahui jargon tersebut.
Merujuk pada hal tersebut, seorang peserta konferensi, Abizar Dalimunthe, tampak sudah sadar dan memiliki pandangan tersendiri terkait dengan hal itu. “Pemuda ini kan punya jaringan yang luas, kayak sosial media, milenial gitu kan, jadi mereka bisa mengajak teman-teman untuk ikut serta cool down hot peace-nya,” begitu menurut Abizar.
Di luar itu, CIFP 2019 sendiri adalah acara tahunan yang diselenggarakan oleh FPCI. Acara ini mengundang sejumlah pembicara mulai dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga mantan Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.
Tidak hanya dari kalangan pejabat publik, sejumlah figur publik juga turut jadi pembicara di konferensi tersebut. Nama-nama seperti aktris Tara Basro, Alyssa Soebandono, hingga aktris dan model Kelly Tandiono juga berkesempatan memaparkan pandangan mereka. (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.