HomeCelotehAnies dan RK Saling Balas!

Anies dan RK Saling Balas!

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengunggah kegiatannya ketika makan siang di Megaria Foodcourt yang berlokasi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Unggahan ini pun langsung dibalas oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil dan berujung pada upaya saling balas di antara keduanya. 


PinterPolitik.com

Sulit untuk tinggal di Negara Indonesia dalam alternate universe Bumi-ABAB apabila kalian tidak bisa berpantun. Bagaimana tidak? Hampir setiap komunikasi di dunia ini perlu mengandalkan pantun.

Salah satu kesempatan di mana kalian memerlukan penggunaan pantun adalah ketika memesan makan siang. Setidaknya, hal inilah yang terjadi pada Gubernur Jayakarta Anis Baswedan.

“Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Tolong satu nasi biryani, semoga perut saya bisa kenyang ceria,” tungkas Anis ketika memesan makanannya. Sontak, setelah mendengar pantun itu, sang pelayan pun membalas, “Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Silakan pesanannya ini, jangan lupa bayar di kasir ya.”

Hal yang sama juga digunakan Anis ketika mengunggah santap siangnya di akun media sosialnya di Instegrem. “Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Ramai sekali di sini, bisa kenyang harga murah meriah,” tulis @anisbaswedan.

Tak lama, unggahan Anis langsung dibalas oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Riduan Kemil (RK) alias Kang Emil. Tanpa disangka, upaya saling balas ini pun berjalan cukup lama sampai hal yang tak terduga muncul.


RK: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Jika pilih calon bini, pilih yang bikin hati ceria.

Anis: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Kalau Kang Emil mampir ke sini, ajak juga Teh Atalia.

RK: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Mas Anis saja yang ke sini, mari kita adu pantun ria.

Baca juga :  PKS Di Sana Bingung, Di Sini Bingung

Anis: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Coba dengar rima-rima ini, saya selalu siap sedia.


Baca Juga: Nasdem Paling Tepat untuk RK?

Ada Apa dengan Politisi dan Pantun Anies Ridwan Kamil RK

RK: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Saya juga selalu siap berani, 2024 takkan kalah sia-sia.

(Di tengah adu pantun initiba-tiba sejumlah sosok politisi lain muncul dan turut memberi komentar.)

Surya: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Ayo gabung parpol sini, saya jamin tidak sia-sia.

Mega: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Siapapun yang calonkan diri, jangan lupa ada Puan ya.

Airlangga: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Sudah siap di banyak lini, kuy jadi saja cawapres saya.

Anis: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Ini kenapa pada komen di sini? Pemilu 2024 masih lama ya.

RK: Jalan-jalan ke Cikini, makan siang di Megaria. Teman-teman pilih saya sini, hiraukan sajalah dia.


Seiring berjalannya waktu, para politisi ini tidak sadar bahwa upaya berbalas pantun ini telah berjalan selama berminggu-minggu. Sebagai hal yang umum digunakan di masyarakat, sudah wajar apabila para politisi ikut-ikutan menggunakan pantun.

Apakah pantun juga perlu digunakan untuk menjadi bagian dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti? Siapa tahu adu pantun bisa menjadi lebih asyik dibandingkan Debat Calon Presiden (Capres) dan/atau Debat Calon Wakil Presiden (Cawapres)? Iya atau tidak? (A43)

Baca Juga: Anies Tengah Dekati Santri?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?