“Kalau ingin melakukan perubahan jangan tunduk terhadap kenyataan, asalkan kau yakin di jalan yang benar maka lanjutkan” – Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 Indonesia
Gengs, nggak ada orang yang pengen rumah tangganya ambruk. Bahkan meski anggota keluarga seatap itu berbeda pendapat sekalipun, tetap saja mereka semua melontarkan pendapat itu ya semata demi ‘kebaikan bersama’.
Sayangnya, memang kepala manusia dalam merumuskan gagasan kan beda-beda, cuy, sehingga apa yang dianggap baik oleh satu pihak belum tentu baik bagi pihak lain. Nah, bagaimana caranya agar apa yang baik itu bisa diterima oleh banyak anggota lain meski mungkin ada satu atau dua yang masih berbeda?
Barangkali, dari film Avengers yang mempertemukan Thanos vis–a–vis pasukannya Captain America dan Iron Man menegaskan bahwa pertimbangan ‘yang baik’ itu tetap harus merujuk pada kemanfaatan global.
Ya, kalau spektrumnya negara berarti cukup kemanfaatan nasional. Kita kan nggak bisa bilang bahwa gagasannya Thanos itu buruk lho, sebab memang orientasinya ingin membuat ekuilibrium atau keseimbangan tatanan dunia yang sudah penuh sesak.
Hanya saja cara yang ia tempuh tuh salah. Sementara itu, Avengers juga punya niat baik untuk menjaga keselamatan penduduk dunia lewat cara yang benar. Artinya, ini hanyalah soal ‘cara’.
Hal yang sama juga terlihat saat Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Gerindra Andre Rosiade membombardir para pihak pengelola smelter milik Tiongkok di Indonesia – mulai yang bercokol di Morowali sampai Konawe.
Kata Bang Andre, justru perusahaan smelter yang dari Tiongkok tersebut membuat harga jual nikel menjadi murah sehingga jelas merugikan pendapatan negara dari sektor sumber daya alam. Bahkan, Andre menilai bahwa pemerintah seakan memfasilitasi Tiongkok bisa memperoleh harga murah untuk pembelian nikel.
Asumsi ini juga sejalan dengan pendapat ekonom Faisal Basri mengenai keberadaan perusahaan Tiongkok tersebut membuat nikel kita nggak bisa ekspor lho. Tentu saja, kalau kita cermat dan merunutkan komentarnya Bang Andre ini, ada tuh sosok politisi nasional yang kesindir.
Siapa lagi kalau bukan Pak Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan yang kerap membela Tiongkok sebagai negara yang sangat perlu diajak kerja sama oleh Indonesia.
Pak Luhut sih keukeuh bahwa alasan-alasan seperti Tiongkok memegang pergerakan ekonomi dunia merupakan dorongan utama kenapa Indonesia mesti belajar dan bahkan merangkul Tiongkok.
Menurut mimin sih, keduanya ingin membawa kebaikan untuk Indonesia, tetapi memang jalan dan caranya yang berbeda. Coba dipikir aja. Sampai Bung Andre bilang begitu kan berarti ada yang nggak beres dalam aspek controlling kan, cuy.
Lagian mimin juga nggak mempermasalahkan kok kalau Pak Luhut mendekati Tiongkok, secara kan politik kita bebas dan aktif. Ya, kendatipun kadang karena terlalu mesra jadi alpa sama khilaf yang ditimbulkannya. Upps. (F46)