HomeCelotehAkhirnya Ma’ruf Bukan “Ban Serep”?

Akhirnya Ma’ruf Bukan “Ban Serep”?

“Let us never negotiate out of fear. But let us never fear to negotiate” – John Fitzgerald Kennedy, Presiden ke-35 Amerika Serikat (AS)


PinterPolitik.com

Siapa yang nggak tahu seri yang berjudul Game of Thrones (2011-2019) atau GoT? Hampir semua pasti pernah dengar lah ya. Soalnya nih, seri satu ini termasuk salah satu seri paling populer lho.

Bagi yang pernah nonton, pasti tahu seorang tokoh dalam seri itu yang bernama Theon Greyjoy. Si Theon ini mulanya tinggal dan besar bersama keluarga Stark.

Ketika keluarga Stark membutuhkan bantuan dari keluarga Greyjoy di Pyke, akhirnya Theon dipilih oleh Robb Stark untuk bernegosiasi dengan keluarga tersebut. Pilihan ini jatuh padanya karena ia satu-satunya penerus keluarga tersebut meskipun udah lama nggak pulang.

Hmm, negosiasi-negosiasi seperti ini emang bisa jadi penting sih. Dalam dunia politik, negosiasi untuk mendapatkan solusi terbaik semacam ini kerap dilakukan kok. Bukan nggak mungkin, Stark ingin mendapatkan keuntungan politik tertentu dari negosiasinya dengan Greyjoy.

Mungkin, yang dialami oleh Theon kini juga dialami oleh sejumlah politisi di Indonesia. Salah satunya adalah Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin.

Setelah Habib Rizieq Shihab (HRS) – pimpinan Front Pembela Islam (FPI) dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 – pulang ke Indonesia, situasi politik disebut-sebut semakin memanas. Kalau kata pengamat politik Rocky Gerung, Istana pun akhirnya mulai panik dan tenang.

Belum lagi, setelah beberapa kerumunan HRS terjadi di sejumlah wilayah, Pangdam Jaya melontarkan pertanyaan bahwa akan ada penindakan tegas apabila Reuni 212 dilaksanakan di Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Belum lagi, ada kabar kalau sejumlah pasukan Koopsus TNI yang menghentikan konvoinya di markas FPI di Petamburan, Jakarta.

Di tengah situasi yang tidak tenang tersebut, sejumlah pihak menilai bahwa terdapat satu sosok yang dapat meredakan situasi politik yang semakin panas, yakni Pak Kiai Ma’ruf. Rencana itu pun sempat disebutkan oleh Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi.

Selain dari Jubir Wapres, usulan soal pertemuan ini juga muncul dari Muhammadiyah. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti, misalnya, menilai bahwa pertemuan itu dapat menjadi langkah yang bagus.

Menyambut usulan itu, pihak FPI juga menyambut terbuka usulan itu. Bahkan nih, pihak FPI dikabarkan telah mewacanakan pertemuan agar dapat segera dilakukan.

Hmm, kalau gitu, Pak Kiai Ma’ruf jadi sosok yang penting dong dalam dinamika politik Indonesia ke depan. Apalagi, beliau memang dulu pada tahun 2016-2017 juga berada di balik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menggerakkan FPI dan PA 212 ketika mempersoalkan dugaan penistaan agama yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.

Wah, bukan nggak mungkin ini jadi pembuktian dari Pak Kiai Ma’ruf. Pasalnya, banyak lho meme yang mengatakan dirinya AFK (away from keyboard). Bahkan, ada hasil penelitian yang menyebutkan Pak Wapres bagaikan ‘ban serep’ di era Orde Baru.

Ini mungkin juga jadi pembuktian bahwa Pak Kiai Ma’ruf perlu didengarkan kembali nih oleh Presiden Jokowi setelah sebelumnya dikabarkan bahwa sang Wapres tidak lagi benar-benar dipedulikan oleh sang Presiden.

Ya, kita sendiri nggak tahu sih pembuktian itu akan benar-benar terwujud. Soalnya nih, wacana itu disebut-sebut juga masih maju mundur mengenai kepastiannya. Mari kita nantikan saja deh pembuktian diri Pak Wapres ini. (A43)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?