“Saya juga tidak menyangka kalau apa yang pernah saya sampaikan tentang masalah pandangan Islam di dalam kehidupan kita bernegara sebagai satu kesepakatan, itu yang saya sebut sebagai al mitsaq al wathani (kesepakatan nasional), sehingga negara ini darul mitsaq.” – Wapres Ma’ruf Amin
Ma’ruf Amin emang menjadi salah satu sosok utama yang paling mendapatkan banyak sorotan di kabinet pemerintahan Presiden Jokowi. Bukannya gimana-gimana ya, selama beberapa bulan terakhir ini, doi emang dianggap jarang berkontribusi pada banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Bahkan, di antara kelompok milenial Indonesia, Ma’ruf Amin dicap sebagai Wapres AFK alias away from keyboard – istilah yang umum digunakan di dunia game online ketika seorang player dianggap terhalang oleh aktivitas tertentu yang mendesak dan harus dilakukannya, sehingga meninggalkan keyboard atau permainannya.
Belakangan, isu terkait posisi Ma’ruf Amin juga mencuat lagi. Indonesia Police Watch (IPW) misalnya menyebutkan bahwa posisi Ma’ruf menjadi kian terdesak karena masih kuatnya pengaruh tokoh pendahulunya – Jusuf Kalla – di Istana. Wih, sadis nih tuduhannya.
Nggak heran belakangan muncul juga narasi yang entah berasal dari mana, bahwa posisi Ma’ruf akan digeser oleh Prabowo Subianto. Duh, makin parah mah ini narasinya.
Posisi ini jelas menunjukkan bahwa ada penghargaan yang kurang besar yang diberikan publik kepada sosok Ma’ruf Amin. Makanya pas muncul kabar bahwa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) akan memberikan gelar doktor honoris causa kepada Ma’ruf, hal itu setidaknya bisa jadi “pengobat” kondisi yang terjadi saat ini.
Buat yang belum tahu, Ma’ruf rencananya akan mendapatkan penghargaan itu karena pemikirannya terkait darul mitsaq atau negara kesepakatan. Konteks identitas tersebut adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Negara Republik Indonesia.
Tiga kesepakatan tersebut mengandung nilai-nilai persamaan dan kebersamaan yang dapat menjadikan kebhinekaan (keberagaman) berjalan dengan selaras. Duh, konsep yang keren.
Bahkan, pemikiran Ma’ruf ini bisa menjadi jalan untuk meredam berbagai perbedaan berbasis identitas yang menajam di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini.
Hmm, mungkin penting untuk dilihat oleh Presiden Jokowi nih posisinya Pak Ma’ruf Amin. Soalnya, kalau kurang mendapatkan tempat dan pada akhirnya merasa nggak dihargai, bisa-bisa doi ngambek loh dan malah melahirkan ketidakstabilan politik.
Ibaratnya kayak sosok Edmund Pevensie di film The Chronicles of Narnia. Buat yang belum tahu, Edmund ini kan anak ketiga dan posisinya yang kadang “berbeda” dibanding saudara-saudarinya. Mungkin karena sering kurang dihargai pendapatnya, sehingga membuatnya pada akhirnya mudah dibujuk oleh Jadis The White Witch. Ujung-ujungnya emang jadi bencana sih.
Makanya itu, Pak Jokowi kudu memperbaiki hubungan kerja dengan Pak Ma’ruf. Biar isu yang berhembus nggak negatif mulu. Uppps. (S13)