“Di balik bening mata air tak pernah ada air mata,” – Iwan Fals, Di Mata Air Tak Ada Air Mata
PinterPolitik.com
Usai sudah masa bakti pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019. Agus Rahardjo dan kawan-kawan resmi mengakhiri jabatan mereka setelah pimpinan baru KPK di bawah komando Firli Bahuri resmi dilantik oleh Presiden Jokowi.
Berbagai catatan mewarnai jejak dari pimpinan KPK era Agus Rahardjo ini. Layaknya kehidupan manusia, tentu ada senang, ada susah. Pujian senantiasa mengiringi tetapi hujatan dan caci maki juga ikut menerpa KPK era tersebut. Di antara itu semua, ada pula air mata yang tertumpah selama Agus Rahardjo cs. menjabat.
KPK era tersebut misalnya tergolong rajin membuat koruptor terpaksa meneteskan air mata. Dalam catatan akhir tahun mereka, sepanjang 2015 hingga 2019 komisi anti-rasuah itu berhasil menjaring 327 tersangka korupsi melalui 87 operasi tangkap tangan (OTT).
Sepanjang masa jabatan, air mata juga tak hanya tertumpah dari sisi koruptor. KPK sendiri boleh jadi sempat meneteskan air mata karena kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior mereka, Novel Baswedan tak pernah benar-benar terungkap.
Air mata juga sempat tertumpah dari masyarakat yang pro pemberantasan korupsi manakala UU KPK baru hasil revisi resmi diloloskan. Mata yang sempat sembab akibat gas air mata saat berdemo kembali harus basah setelah mendengar kabar itu.
Kini, air mata itu sempat tertumpah jelang pergantian jabatan. Pimpinan KPK Saut Situmorang misalnya sempat menangis saat mempersiapkan kepergiannya dari komisi antirasuah itu. Selain itu, air mata juga sempat menetes dari Laode Muhammad Syarif saat membacakan puisi untuk Randi dan Yusuf, dua mahasiswa Kendari yang tewas tertembak saat unjuk rasa menolak sejumlah RUU bermasalah.
Mereka boleh jadi tengah terharu, tetapi mereka juga tak bisa terus-menerus menangis. Terlepas dari berbagai kritik, KPK era Agus ini bisa dibilang sudah sempat melampaui ekspektasi banyak orang yang sempat pesimis kepada mereka.
Bisa dibilang, kata-kata terkenal dari novel Bumi Manusia dari Pramoedya Ananta Toer yaitu “kita telah melawan Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya,” dapat digunakan untuk menghibur mereka.
Kini, kita tinggal menunggu kiprah dari KPK era Firli Bahuri. Semoga saja KPK era ini tetap konsisten menghadirkan air mata kepada koruptor. Perlawanan kepada korupsi tentu belum berakhir, seperti kata-kata Laode, “KPK itu lahir dari air mata dan darah, dan untuk mempertahankannya pun masih seperti itu. Jadi perjuangan kita masih panjang.” (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.