“Di Omnibus Law belum banyak yang bahas ada hantu yang akan datang, yang baru. Namanya sovereign wealth fund, disebut Lembaga Pengelola Investasi”. – Faisal Basri, ekonom senior
UU Cipta Kerja yang merupakan sebuah Omnibus Law emang masih menjadi perdebatan utama beberapa hari terakhir. Setelah demonstrasi massa yang memprotes produk hukum ini sempat melahirkan kericuhan, pemerintah kemudian mencoba untuk meluruskan duduk persoalan dan menjelaskan mengapa UU ini penting.
Namun, dengan beberapa kali revisi dan perubahan jumlah halaman draft UU Cipta Kerja tersebut di DPR, publik jadi was-was, tahu-tahu ada saja hal tertentu yang tidak diketahui dan tidak dibicarakan terbuka, eh tau-taunya sudah muncul saja di dalam pasal-pasal produk hukum tersebut.
Nah, mungkin hal inilah yang disinggung oleh Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri. Doi menanggapi rencana pembentukan sovereign wealth fund (SWF) atau yang disebut sebagai Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
Buat yang belum tau, lembaga ini emang diatur dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, tepatnya di Paragraf 2 Pasal 167 sampai Pasal 172. Di dalamnya memang mengatur lembaga seperti apa ini, dapat modal dari mana, kontrolnya seperti apa dan lain sebagainya.
Menurut Faisal Basri, lembaga ini jadi kayak semacam “hantu” di dalam UU Cipta Kerja karena masih adanya pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang belum terjawab.
Jika merujuk pada UU Cipta Kerja, modal awal lembaga tersebut memang berasal dari APBN. Jumlahnya mencapai Rp15 triliun. Selain itu, aset BUMN juga akan dialihkan ke lembaga tersebut.
Namun, yang menjadi konsen Faisal Basri adalah kabar yang menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK tidak diperbolehkan mengaudit lembaga ini. Padahal, modalnya dari negara dan bahkan ada aset BUMN.
Selain itu, ada persoalan terkait dewan pengawas dan dewan direksi lembaga itu yang diangkat oleh presiden dengan berkonsultasi bersama DPR. Disebutkan bahwa bila dalam 14 hari konsultasi tersebut tidak membuahkan hasil, maka presiden harus terus tanpa konsultasi mengangkat dewan pengawas.
Beh, luar biasa juga ya lembaga itu. Bisa membiayai proyek yang pemerintah suka dan tidak bisa dipailitkan.
Hmm, nggak salah sih kalau Pak Faisal menyebut lembaga ini bisa menjadi “hantu” dalam UU Cipta Kerja. Tapi, itu sebetulnya nggak aneh sih. Soalnya, UU Cipta Kerja ini kan udah berasa kayak wahana rumah hantu gitu. Gelap, menakutkan, bikin histeris dan banyak hantunya.
Lha iya, pengesahannya di DPR seolah terjadi secara “gelap-gelapan”, akibatnya bikin buruh dan mahasiswa “histeris”. Dan sekarang nggak taunya beneran ada “hantu” di dalamnya. Penanggungjawab wahana ini siapa nih? Uppps. (S13)