Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian pernah mencatat, sebanyak 600 Warga Negara Indonesia (WNI) tahun 2016, berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS. Kini, beberapa WNI tersebut pulang dan menceritakan pengalaman gelapnya di sana.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]C[/dropcap]ekungan di kedua matanya, menggambarkan kelelahan dan kekecewaan mendalam. Leefa, salah seorang WNI, baru saja berhasil kembali ke tanah air sejak 22 bulan lamanya menetap di Raqqa, Suriah. Kepulangannya ke Indonesia seakan menelan hancurnya impian untuk ‘hidup yang sebenarnya sebagai Muslim sejati di bawah kekuasaan Daulah Islamiyah atau ISIS’.
Kota Raqqa, tempat Leefa dan ratusan WNI lainnya singgah di Suriah, saat ini dijadikan sebagai ibu kota ‘kekhalifahan Islam’ oleh ISIS di awal 2014. Selain itu, kota ‘maut’ ini juga ditasbihkan sebagai ‘pusat pemerintahan’ dan ‘pusat kajian militer’ oleh mereka. Di kota Raqqa, ISIS memberlakukan aturan yang ketat; perempuan harus memakai burqa, dan tidak diperbolehkan untuk bepergian sendirian.
Ternyata gambaran itu tak seindah yang dibayangkan Leefa, maupun seperti apa yang terekam dalam foto dan video propaganda ISIS yang diunggah ke internet. “Semua bohong! ketika kami memasuki wilayah ISIS, masuk ke negara mereka, yang kami lihat sangat berbeda dengan apa yang mereka katakan di internet,” ujarnya.
Shocking!
Indonesian ‘Jihadi brides’ who lived in ISIS capital of Raqqa via Turkey confess what life was like in the Jihadi stronghold. pic.twitter.com/xUXmEpVu6j
— Ari Murad (@AriMurad_) June 15, 2017
Ungkapan itu diamini oleh Sri Rahayu, seorang TKI yang terjebak di Raqqa. Keadaan di sana hanya membuatnya trauma dan ketakutan, “waktu itu hari Jumat, saya minta uang sama majikan, mau belanja sayur-sayuran. (di pasar) Sudah ramai di situ, saya penasaran ada orang memfoto, syuting-syuting di situ. Pas saya nengok, ada tujuh atau delapan kepala itu dijejer, darahnya masih mencucur. Sayuran belanjaan saya lempar dan saya langsung lari ke rumah majikan, pulang,” kisah Sri.
Harapan Berobat dan Mendapat Uang
Leefa mengaku, selain mempunyai mimpi hidup di bawah kekuasaan Daulah Islamiyah sebagai Muslimah sejati, ia tergiur bergabung dengan ISIS karena adanya alasan kesehatan. “Saya punya masalah kesehatan. Saya perlu operasi di bagian leher dan biayanya sangat mahal di Indonesia. Tapi di daerah ISIS semuanya gratis,” Leefa bercerita.
Saat itu, tanpa menunggu lama, Leefa langsung saja mengontak anggota ISIS melalui internet. Anggota ISIS tersebut mengatakan kepada Leefa jika semua biaya perjalanan akan diganti. Namun, sesampainya di sana, Leefa harus menemui kekecewaan karena tak ada operasi gratis yang dijanjikan kepadanya. Biaya melakukan operasi pun juga sangat mahal. Alhasil, Leefa sama sekali tak mendapatkan pengobatan yang diharapkannya.
Lain Leefa, lain pula pengalaman Nur. Perempuan berusia 19 tahun ini juga tergugah akan propaganda ISIS melalui foto dan video yang diunggahnya di internet. Namun apa yang terjadi pada Nur tak kalah menyesakkan. “Ayah dan saudara laki-laki saya dimasukkan ke penjara,” ungkapnya. Ketika keluarganya sampai di Raqqa, ayah dan saudaranya diminta untuk menjadi milisi ISIS. Mereka mengira dengan begitu, akan mendapatkan pekerjaan dan gaji tetap.
Nur sendiri juga tak lepas dari kejaran. Ia banyak didatangi milisi ISIS yang ingin memperistrinya. “Banyak milisi ISIS yang duda. Mereka menikah hanya dua bulan atau dua pekan saja. Banyak laki-laki datang ke rumah dan mengatakan kepada ayah saya, saya ingin anakmu,” kata Nur dengan raut kecewa. Saudara lak-lakinya juga sering mendapat pertanyaan serupa mengenai Nur, “yang mereka bicarakan hanya soal perempuan,” kata Nur.
Ingin Kembali ke Tanah Air
“Kami datang ke sini demi Islam, namun ketika kami berada di sini, yang kami saksikan adalah pemenggalan, penyiksaan dan perampokan,” ujar WNI lainnya, Nora Joko. Nora dan keluarga, beserta WNI lainnya sudah sejak lama ingin meninggalkan daerah kekuasaan ISIS sejak 10 bulan lalu. Namun hal tersebut baru bisa terealisasi sekarang.
Ia sendiri berhasil pergi setelah menyerahkan diri kepada pihak Syrian Democratic Force (SDF), pihak militer anti ISIS yang didanai oleh Amerika Serikat. Sedangkan menurut KBRI yag berpusat di Damaskus, hingga Desember 2016 lalu, jumlah kenaikan TKW yang dipulangkan karena hendak keluar dari daerah konflik, semakin meningkat. “Setiap hari ada saja TKW yang datang ke kantor KBRI dan kami tidak mengetahui berapa jumlah TKW yang masih berada di Suriah,” sahut Pejabat Konsuler dan Pensosbud KBRI, AM Sidqi.
Pelibatan perempuan dan juga anak-anak dalam aksi teror ISIS sudah selayaknya diperhatikan. Berbalut amaliyah, perempuan menjadi korban sekaligus dimanfaatkan melakukan aksi teror. Belum lagi, hukum ala syariah menyudutkan perempuan dengan mewajibkannya memakai atribut keagamaan tertentu sekaligus sebagai objek pemuas nafsu belaka. Tak hanya itu, TKW yang erjebak dalam daerah konflik Suriah, juga menjadi korban perdagangan manusia.
Di Raqqa sendiri, sudah sebanyak 100.000 orang sudah berusaha menyelamatkan diri untuk menghindari pertempuran. Di sana, harga pangan naik dan pasokan air bersih hanya tersedia rata-rata empat jam dalam sehari. Raqqa juga mengalami kelangkaan tenaga medis dan obat-obatan. Dengan demikian, sangat wajar adanya para pendatang Indonesia ingin kembali ke tanah air. (Berbagai Sumber/A27)