Site icon PinterPolitik.com

TKN Puji Indonesia Barokah?

TKN Puji Indonesia Barokah?

Foto : Istimewa

“Semakin hari politik semakin kehilangan  jati dirinya.”


PinterPolitik.com

[dropcap]B[/dropcap]udi dan Pekerti adalah sahabat yang memiliki selang umur dua tahun. Kebetulan saat ini keduanya menimba ilmu di salah satu universitas swasta di Jakarta  dan mereka berdua sama-sama mengambil studi Ilmu Hubungan Internasional.

Meski umur Pekerti dua tahun lebih muda dari Budi, namun mereka tetap akrab dan sesekali bercengkrama bersama di kantin kampus, membicarakan berita politik, cita-cita, dan guyonan. Berikut adalah contoh percakapan mereka di sore hari mengenai berita politik yang sedang ramai diberitakan media nasional:

Budi: “ Eh Pekerti, gimana, sudah baca berita politik nasional hari ini?”

Pekerti: “Udah bang, biasa lah, sekarang berita masih ramai-ramainya mengulas isu tabloid.

Budi: “Tabloid? Yang kepanjangannya Tampang Bloon Idiot? Ahahahay.

Pekerti: “Bodo amat bang!”

Budi: “Eh, maaf maaf, bercanda kali. Jadi gimana nih menurut kamu isu Tim Kemenangan Nasional (TKN) yang bilang agar jangan samakan Tabloid Indonesia Barokah sama Tabloid Obor Rakyat?”

Pekerti: “Yailah bang, malas ah komentarnya. Soalnya kan kedua tabloid itu mau gimana juga sama-sama aja bang. Sama-sama tidak jelas kelaminnya. Pret. Masa nggak boleh disama-samain?”

Budi: “Pret gimana? Sembarangan lau. Wkwkwk.”

Pekerti: “Bodo amat bang, masa elu enggak ngerti-ngerti sih? Nih, kalau abang mau tahu pandangan gua soal perbedaan dan persamaan Obor Rakyat sama Indonesia Barokah. Persamaan pertama, Indonesia Barokah sama Obor Rakyat sama-sama mengandung berita negatif di tahun Pemilu. Kedua, dua tabloid ini sama-sama berniatan menjatuhkan sosok calon presiden. Persamaan ketiga, dua kubu sama-sama tidak mengakui sebagai dalang di balik pembuatan tabloid. Dan yang terakhir, kedua tabloid sama-sama dibuat dari kertas. Gitu bang bang tut, akang kolang kaling.

Budi: “Oh gitu Ti, tapi kok lama-lama kalau gua perhatiin, lu jadi kayak Komeng ya ngeselinnya!”

Pekerti: “Wkwkwk, lagian elu bang nanyanya aneh-aneh bae. Berita enggak jelas masih aja dibahas.”

Budi: “Lah emang kenapa? Kita kan belajar politik, jadi wajib dong diskusiin berita kayak gitu. Btw terusin dong, itu perbedaannya dari tabloidnya apa? Kan tadi persamaannya udah tuh Ti.”

Pekerti: “Wkwkwk, \asyiap bang, lanjutin ya? Tapi jangan bete dengernya, janji ya!

Budi: “Asyiyapp grak

Pekerti: “Perbedaan dari kedua tabloid itu, yang pertama Obor Rakyat ngejelekin Jokowi, kalau Indonesia Barokah menjelekkan Prabowo. Yang kedua, dua tabloid itu memiliki font yang berbeda, ukurannya enggak sama, terus lembar halamannya lebih banyakan Indonesia Barokah. Dan perbedaan yang ketiga, dalang Obor Rakyat sudah masuk penjara, kalau Indonesia Barokah masih jadi Presiden.”

Budi: “Salah nih gua ngomong sama orang sableng si penyebar hoaks.”

Pekerti: “Nah ketahuan kan sekarang siapa yang lebih sableng? Sudah tahu gua sableng, masih aja ditanya. Wkwkwk, lagian serius amat, bercanda kali bang. Nih, dari pada bete, mending cari deh bang ungkapannya Ernest Hemingway yang bicara tentang pembohong.”

Budi: “Jeilah, ga usah disuruh cari gua mah udah hapal kali. Yang ini kan: ‘Seorang penulis fiksi merupakan seorang pembohong alami yang menemukan sesuatu dari pengetahuannya atau dari orang lain’”.

Pekerti: “Yoih. Makin jelas deh sipa yang suka bohong. Ea ea ea.

Budi: “Lah, enggak ngaca, dasar kamvret!” Share on X(G35)

Exit mobile version