Tak tanggung-tanggung, ada tiga kasus yang kini sedang mengejar salah satu miliuner Indonesia, Harry Tanoesoedibjo (HT). Kasus tersebut adalah, pemecatan sepihak oleh PT. Media Nusantara Citra (MNC) yang mengundang protes sejumlah aktivis, kasus korupsi PT. Mobile 8 Telecom, serta penetapan status tersangka dirinya atas ancaman terhadap Jaksa Yulianto.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]D[/dropcap]ua kasus terakhir, yakni Mobile 8 dan ancaman terhadap Jaksa Yulianto, saling berhubungan dan berpotensi mengantar HT mendekam di balik jeruji besi. Tali temali kasus ini berawal di tahun 2007, saat pihak Kejaksaan Agung, M. Prasetyo, menemukan bukti transaksi palsu PT. Mobile 8 yang dipimpin HT, kepada PT. Jaya Nusantara terkait pengadaan ponsel beserta pulsa. Dalam prosesnya, ternyata PT. Jaya Nusantara tak dapat memenuhi permintaan sebanyak itu.
Namun, PT. Mobile 8 tetap mengeluarkan surat tansaksi, walaupun sesungguhnya tak pernah ada. Dari sana, faktur pajak palsu terbit dan diajukan kepada pemerintah melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Akhirnya, pemerintah mengganti biaya transaksi senilai Rp. 10 miliar dari surat transaksi fiktif tersebut. Dengan demikian, PT. Mobile 8 dikatakan telah merugikan negara senilai Rp. 10 miliar.
Menurut Hary, mestinya kasus Mobile 8 tak perlu lagi diusut oleh Kejaksaan Agung. Sebab, gugatan praperadilan sebelumnya sudah memenangkan dua tersangka dari PT. Mobile 8. Selain itu, Kejaksaan Agung dinilai tak berwenang mengusut perkara restitusi Mobile 8, karena perkara ini seharusnya menjadi penanganan pihak Perpajakan.
Sayangnya, kasus tak berhenti di sana. Hary disinyalir mengirimkan sms bernada ancaman kepada Jaksa Penyelidik Yulianto, dan harus rela menelan ganjaran tersangka dan larangan bepergian selama enam bulan ke depan terhitung dari 22 Juni 2017.
Lantas, apakah benar saat ini HT memang sedang diincar untuk kemudian dijebloskan ke dalam penjara melalui kasus ini?
Pusaran Musuh-Musuh HT
Kisruhnya pembukaan kasus Moblile 8 yang sudah selesai ini, mengundang kecurigaan sejumlah pihak, bahwa HT hendak dilengserkan dengan delik hukum korupsi dan ancaman. Dengan kata lain, musuh-musuh politik dan bisnis HT, berusaha menjatuhkan dirinya melalui kasus Mobile 8 dan ancaman Jaksa Yulianto. Jika benar demikian, siapa sajakah musuh-musuh bos MNC Group ini?
Tentu publik sudah hapal dengan ketidakharmonisan Surya Paloh, ketua Partai NasDem, dengan Hary. Tahun 2011, Hary sempat memilih Partai NasDem sebagai jalur awal menempa karir politiknya. Namun, baru dua tahun bersama, HT hengkang dengan alasan tak sejalan dengan ideologi dan sistem manajemen partai.
Surya Paloh sendiri mengaku tak kehilangan HT. Lebih lanjut, ia dan partainya tak merasa rugi, karena menurut pria yang lekat dengan janggut dan rambut tebal ini, HT tak berkontribusi banyak dalam hal finansial dan pergerakan partai.
Jaksa Agung Agung M. Prasetyo, yang dulu merupakan kader NasDem, tentu memiliki usaha tak sedikit untuk berhasil mencium kejanggalan restitusi pajak perusahaan milik HT. Kasus yang dianggap sudah selesai tersebut, berani dibongkar kembali dan berhasil menyeret HT menjadi tersangka.
Hal ini bahkan turut diyakini oleh Pengamat Politik Sinergi Masyarakat Indonesia untuk Demokrasi (Sigma), Said Salahuddin. “Pengusutan kasus mobile 8 ini dipersepsikan publik terkait adanya konflik antara dua tokoh ini mengingat jaksa agung berasal dari NasDem,” kata Said.
Terlepas dari benar tidaknya dugaan tersebut, sepak terjang Hary, baik sebagai pengusaha dan politisi tak lepas dari gesekan konflik dari sesama politisi dan pengusaha. Selain Surya Paloh, miliuner ini juga santer berkonflik dengan putri mendiang jenderal besar sekaligus mantan Presiden Indonesia, Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto.
Bisa dikatakan, Tutut Soeharto adalah ‘musuh bebuyutan’ sekaligus ‘terberat’ HT sejak drama perebutan TPI muncul. Tutut, hingga detik ini masih menyimpan hasrat merebut kembali TPI dari tangan MNC. Perkembangan terakhir, Tutut berhasil memenangkan gugatan MA pada awal Juni 2017, untuk merebut kembali TPI dari MNC TV.
Tutut mendatangkan sejumlah preman ke kantor MNC TV, untuk mengusir pekerja yang tak bekerja di bawah komando TPI. Dengan demikian, setelah 12 tahun berlalu, geliat konflik HT dan Tutut terkait TPI akan kembali muncul ke publik.
Selain Tutut Soeharto, Hary ditengarai juga menyimpan masalah dengan Wiranto dan jajaran internal Partai Hanura. Sudah jamak pula diketahui jika Hary berlabuh ke partai besutan Wiranto, setelah hengkang dari NasDem. Namun sayangnya, baru setahun bergabung, Hary memilih keluar ketika Hanura memproklamirkan diri mendukung Jokowi dan Kalla dalam gelaran Pilpres 2014 lalu. Dengan demikian, jejak kerenggangan HT di jalur politik semakin tercetak.
Akibat pecahnya kongsi di antara HT dan Wiranto, HT akhirnya membangun sendiri kendaraan politiknya, yakni mendirikan Partai persatuan Indonesia (Perindo). Walaupun baru dua tahun berdiri, Perindo mampu menancapkan eksistensinya hingga mampu meraih angka elektabilitas 4,1, dan melaju meninggalkan Partai Amanat Nasional (PAN), bahkan Golkar sekalipun yang bertengger di angka 3,5, menurut PollMark. Namun begitu, karir politik HT belum bisa dikatakan mulus. Kasus Mobile 8 dan perselisihannya dengan beberapa tokoh penting negeri dapat menjadi kerikil dalam perjalanan politiknya.
Banyak yg tanya soal elektabilitas partai hasil ExitPoll PolMark Indonesia 19/4/2017 lalu. Ini ya ? 710 responden dari 400 TPS. MoE +/- 3,6% pic.twitter.com/GbdXTLfDcs
— Eep Saefulloh Fatah (@EepSFatah) April 25, 2017
Penting pula diingat, kasus korupsi Sistem Adminsitrasi Badan Hukum (Sisminbakum), pernah pula menjerat kerajaaan bisnis Hary, hingga menyebabkan kakaknya, Hartono Tanoesoedibjo menjadi tersangka. Selain itu, perselisihan terselubungnya dengan keluarga Salim, taipan lain Indonesia, tak dipungkiri menambah hambatan kiprah HT, di dunia politik maupun bisnis.
Hubungan Anthony Salim dan Hary Tanoe sempat direnggangkan oleh polemik pembelian saham Bimantara Citra Group, perusahaan keluarga Cendana yang membawahi stasiun televisi RCTI dan juga tambang. Setelah HT membeli saham dan memimpin Bimantara Citra Group, HT langsung memutar arah, mengubah RCTI menjadi perusahaan media dari awalnya konglomerasi. Kepemimpinan HT di Bimantara Group, kabarnya turut mendepak keberadaan Anthony Salim sebagai ‘guru bisnisnya’, dan juga anak-anak Soeharto.
Tak berhenti di sana saja, barisan sakit hati Hary Tanoe masih bertambah. Di tahun 2006, seorang aktivis bernama Eggi Sujana, menuduh HT melakukan penyogokan kepada pemerintah. Tak terima, HT balik melaporkan Eggi atas pencemaran nama baik, sehingga Eggi mau tak mau skak mat di hadapan HT. Laporannya tak digubris kepolisian, sebab selain tak ada bukti pendukung yang valid, HT adalah tokoh yang terlalu ‘kuat’ untuk dirinya.
Kemana Sang Kawan?
Melihat rentetan kasus tertuju kepada HT saat ini, turut menimbulkan pertanyaan di manakah ‘kawan’ yang dapat membelanya? Dari beberapa tokoh yang diisukan menjalin hubungan dekat miliuner Indonesia ini, Presiden Donald Trump, adalah salah nama yang sempat mengemuka.
Hal tersebut terlihat dari ramainya pemberitaan Hary Tanosoedibjo dan keluarga yang diundang secara personal ke acara pelantikan Presiden Amerika Serikat ke – 45. Kepada Reuters, Hary sempat berseloroh meminta wejangan kepada pengusaha cum politikus Amerika tersebut. Kepada Trump, Hary menyatakan ambisinya untuk memimpin Indonesia
Sayangnya hasil kedekatan HT dengan Trump memang lebih banyak terurai dalam hubungan bisnis, bukan kekuatan politis. Pembangunan dua proyek besar di Bali dan Bogor, serta vila mewah di Bali adalah beberapa contohnya. Sementara deretan kasus yang mengahampirinya kini, urung mendapat perhatian Trump.
Menyaksikan sepak terjang HT, baik dalam dunia bisnis dan politik, penting untuk memaknai kembali pepatah lama yang berbunyi, “Satu musuh masih terlalu banyak, bila dibandingkan dengan seribu teman.” Gesekan konflik yang lebih banyak terjadi kepada HT, secara tak langsung membenarkan pepatah lama, bahwa jauh lebih baik mencari banyak kawan dibandingkan mendahulukan ambisi berujung perseteruan dan konflik.
Namun, HT tetaplah HT, ia dikenal sebagai pribadi yang tak mudah menyerah dan pantang berhenti di pertengahan ‘jalan’. Namun, mengingat dalam pertikaian ini, ia berhadapan dengan sosok-sosok ‘kelas berat’, apakah ini akan menghentikan ambisi politiknya? Berikan pendapatmu. (Berbagai Sumber/ A27)