“Presiden Jokowi menghadapi pemilihan ulang yang mudah pada April nanti.” ~ Roy Morgan Michele Levine
PinterPolitik.com
[dropcap]L[/dropcap]embaga survei asal Australia, Roy Morgan baru saja mempublikasikan temuannya soal elektabilitas capres cawapres di Pilpres 2019. Pada hasil survei yang dikumpulkan pada Januari lalu, ternyata yang keluar jadi juaranya adalah Jokowi-Ma’ruf.
Survei yang dilakukan lembaga tersebut pada Januari 2019, berkesimpulan Jokowi mendapat dukungan dari 58 persen pemilih Indonesia pada bulan Januari, naik 5 persen dari Pilpres Indonesia 2014. Hal ini membuat keunggulan jauh di depan lawannya Prabowo yang hanya mendapatkan 42 persen.
Nah, kalau kata Roy Morgan, ada beberapa hal yang membuat Jokowi bisa unggul. Kandidat nomor urut 01 itu disebutkan unggul di kelompok gender perempuan dan masyarakat pedesaan. Selain itu, melesatnya Jokowi di survei itu juga disebut karena ditopang oleh kesuksesan di bidang ekonomi.
Eh, tapi sebentar, kok bisa ya Jokowi unggul jauh karena indikator-indikator tersebut? Kalau mendengar pengakuan cawapres lawannya, Sandiaga Uno, hal itu terlihat berbeda deh.
Dalam wawancaranya di sebuah acara terkemuka milik televisi swasta, Sandi mengungkapkan bahwa dia sudah berkeliling di sekitar 1.250 titik di daerah-daerah. Nah, menurut pengakuannya, setiap kali ia bertemu dengan masyarakat terutama emak-emak yang dikeluhkan adalah selalu tentang ekonomi yang semakin sulit dan harga pangan yang tidak karuan.
Nah loh, kok bisa beda begini ya? Kok bisa ya Jokowi di surveinya Roy Morgan unggul di segmen pemilih perempuan. Datanya tidak main-main loh Jokowi memperoleh 61 persen dan Prabowo hanya dapat 39 persen. Padahal, kalau kata Sandi emak-emak itu banyak yang mengeluhkan soal harga barang dan ekonomi.
Lalu, kalau memang survei Roy Morgan bilang performa Jokowi ditunjang dengan ekonomi yang membaik, kenapa masih ada yang mengeluh ke Sandi kalau ekonomi sedang sulit dan buruk?
Memang sih, kalau kata Roy Morgan, keunggulan ekonomi ini ditunjang faktor-faktor seperti Indonesia sudah masuk G20 dan pertumbuhan ekonomi 5 persen. Tapi, apakah hal itu dirasakan oleh masyarakat?
Kalau kayak gini siapa ya yang harus dipercaya?
Sudah lah bro jangan pusing mikirin hasil survei, soalnya kalau katanya Lee Kuan Yew, barang siapa pemimpin yang terlalu peduli akan survei adalah pemimpin yang lemah. Jika pemimpin terlalu cemas dengan popularitasnya yang naik turun, maka pemimpin itu bukanlah seorang leader. Mereka hanya mengejar angin, mengikuti ke mana angin berhembus, dan saya tidak memerintah untuk itu. Cakep nggak tuh?
Damai itu indah, perbedaan sudah biasa, keluarga tetap yang utama 🙂 Share on X (G42)