Banyaknya sebaran kebencian, hoax, dan bullying yang terjadi di media sosial semakin meresahkan pemerintah. MUI bahkan sampai mengeluarkan fatwa haram dalam bermedsos, begitu juga Menkominfo yang mengancam akan menutup bila terus ribut.
PinterPolitik.com
“Bukan hanya akses akunnya yang dibatasi. Kalau diperlukan, penyedia layanannya akan ditutup.”
[dropcap size=big]A[/dropcap]ncaman mengenai penutupan media sosial ini, diutarakan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara, Senin (5/6). Berdasarkan pertimbangan pemerintah, dampak manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh media sosial lebih banyak efek negatifnya. Sehingga bukan hal yang mustahil untuk menutup media-media sosial tersebut.
Tentu saja Rudiantara tidak akan serta merta melakukan penutupan layanan seperti Twitter dan Facebook, karena semua ada tahapannya, khususnya di level penyedia layanan media sosial. Langkah pertama yang akan ia tempuh, adalah berkeliling ke penyelenggara media sosial untuk membicarakan niat pemerintah ini.
Mereka ingin perusahaan over the top (OTT) bekerjasama dengan pemerintah dengan memberikan tindakan cepat. “Begini, kami meminta kepada seluruh penyelenggara media sosial, OTT pada umumnya itu, untuk bekerjasama. Artinya memberikan servis level, kalau pemerintah meminta memberikan perlakuan tertentu pada akunnya, ya tolong dilakukan,” tegasnya.
Rudiantara mengaku tidak risau bila nantinya dianggap otoriter, karena penyelenggara media sosial harus bekerjasama dengan pemerintah. “Makanya saya sampaikan, bukan tujuan kami untuk menutup penyelenggara media sosial, tapi kami meminta kerjasama untuk kepentingan bangsa,” tegasnya lagi.
Hukumnya Haram memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dpt diaksesnya informasi hoax, ghibah dan sejenisnya #MuamalahMedsosia pic.twitter.com/25amNl3tgY
— Kementerian Kominfo (@kemkominfo) June 5, 2017
Membanjirnya konten negatif, lanjutnya, menutup manfaat yang seharusnya diperoleh masyarakat. Ada pengguna yang sengaja memanfaatkannya sebagai alat propaganda dan hasutan, ini merugikan masyarakat luas. Namun Rudiantara menolak kalau upayanya ini dianggap represif, karena tindakan ini akan dilakukan jika benar-benar terpaksa. “Tapi kalau memang harus ya harus. Artinya sekarang terbuka kemungkinan untuk itu.”
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya juga sudah melakukan sosialisasi mengenai fatwa terkait Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Menurut Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin, fatwa ini dikeluarkan berdasarkan berbagai pertimbangan MUI yang diputuskan pada 13 Mei lalu. Ia berharap, fatwa ini bisa menjadi pedoman umat muslim dalam menggunakan media sosial.
Dengan adanya fatwa tersebut, ulama Nahdlatul Ulama ini juga berharap konten-konten yang meresahkan masyarakat tidak lagi ada di media sosial, sehingga kehidupan dapat berjalan dengan lebih baik. “Sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga dan merawat keutuhan dan kesatuan bangsa ini. Jadi kami membuat fatwa ini sebagai rekomendasi supaya ada tindak lanjut peraturan perundang-undangan dari pemerintah,” jelasnya.
Terkait fatwa tersebut, Rudiantara mengaku sangat mendukung dan menerima fatwa MUI tersebut. Ia menilai, media sosial memang harus kembali pada khitah-nya, yakni untuk membangun ukhuwah atau persaudaraan. “Sejatinya khitah medsos untuk tingkatkan ukhuwah, sehingga hubungan antar-manusianya bisa dijalankan,” tukasnya, karena saat ini sudah mengarah ke hal-hal yang negatif.
Rudiantara juga akan menerapkan pengawasan sesuai dengan Undang-undang Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE). Karena pemerintah memiliki dua tugas, yaitu sosialisasi, edukasi dan literasi media sosial, serta pembatasan akses terhadap dunia maya. Melalui fatwa ini, Rudiantara akan menjalankan amanah tersebut.
Konpers Fatwa MUI ‘Hukum & Pedoman Bermualah melalui Media Sosial’ di @Kemkominfo (5/6) https://t.co/bw7LwEKwrH
— Kementerian Kominfo (@kemkominfo) June 5, 2017
“Alhamdulillah, sesuai rekomendasi MUI, kami akan menjalankan dua (tugas) ini. Penyerahan fatwa ini bukan akhir dari Kominfo dengan MUI. Ini awal. Saya akan mengetuk pintu (MUI) untuk meminta bantuan dan mensosialisasikan ini,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa DPR memberikan kewenangan kepada Kemenkominfo untuk menutup akun-akun yang dirasa berbahaya.
Rudiantara berharap, kerjasama dari MUI untuk pelaksanaan di lapangan. “Tentunya yang paling bisa menafsirkan fatwa MUI adalah teman-teman dari MUI, jadi kami akan datang kembali untuk meminta bantuan teman-teman MUI untuk menafsirkan bagaimana aplikasinya di lapangan,” tambahnya.
Kyai Ma’ruf juga menegaskan bahwa dikeluarkannya Fatwa MUI bermula dari keprihatinan para majelis ulama terhadap perkembangan konten medsos yang tidak hanya positif tapi negatif. “Disitu ada manfaat tapi ada dosa,” katanya. Ia menganggap, munculnya fatwa ber-muamalah di media sosial pada bulan Ramadan ini cukup tepat.
Fatwa muamalah ini juga ditujukan agar penggunaan media itu tidak menimbulkan bahaya. “Kebencian dan permusuhan itu malah marak melalui medsos ini. Jadi pengunaan medsos dengan merusak menimbulkan bahaya. Bahaya itu harus dihilangkan, maka kami mengeluarkan fatwa bermuamalah medsos. Karena kita tidak mungkin menghindari medsos,” pungkasnya. (Berbagai sumber/R24)